"Ya nanti kita lihat perkembangan lebih lanjut. Sementara ini adalah komitmen Polda Sulsel bahwa kita bekerja keras ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa penyidik profesional," tandas dia.
Tidak tanggung-tanggung, pulau dengan luas 7,3 hektar itu bahkan terjual dengan harga Rp. 900 juta rupiah. Penjualan pulau ini, bagaikan drama yang melibatkan para nenek moyang.
Bagaimana tidak, Syamsu Alam adalah orang yang mengklaim pulau tersebut. Klaim ini, atas dasar pulau Lantingiang milik nenek moyangnya.
Hanya saja, tak ada bukti kepemilikan pulau yang bisa ditunjukkan Syamsu Alam seperti hak guna, hingga hak pengelola. Melainkan pengakuan bahwa nenek moyangnya telah mengelola lahan itu sejak 1947 secara turun-temurun.
Namun Syamsu Alam tetap menjual pulau ke seseorang atas nama Asdianti Baso. Asdianti bahkan telah memberi uang muka sebesar Rp. 10 juta.
Menguaknya kasus ini berawal dari temuan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Selayar. Di mana pada 29 Juni 2019, pihak pembeli melakukan permintaan penerbitan sertifikat tanah di pulau.
BPN Kabupaten Selayar kemudian berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Taka Bonerate. Kemudian, dilakukan pelaporan ke pihak berwajib dalam hal ini Polres Kabupaten Kepulauan Selayar.
Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II, Jinato Nur Aisyah Amrun mengatakan pelaporan ini dilakukan karena menemukan surat keterangan jual beli atas Pulau Lantingiang. Padahal, pulau ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate dan tidak boleh diperjual belikan.
"Lahan di Pulau Lantingang tidak boleh ada kepemilikan dari masyarakat. Namun masyarakat boleh terlibat dalam pengelolaan wisata," tegasnya pada 30 Januari 2021.
Dari keterangan pembeli pulau, Direktur Utama PT Selayar Mandiri Utama, Asdianti Baso kemudian membenarkan. Ia mengaku, dirinya tidak membeli pulau melainkan hanya membeli lahan.
"Saya hanya beli lahan kebun kelapa masyarakat bernama Syamsu Alam sesuai surat kepemilikan. Tetapi belum saya bayar semua hanya panjar (uang muka) Rp. 10 juta," ujarnya di Hotel Melia, Makassar, pada 3 Februari 2021.
Asdianti berdalih, pembelian lahan di pulau Lantingang untuk memajukan pariwisata di Kabupaten Kepualau Selayar. Dengan membangun sejumlah fasilitas seperti resto, ia meyakini pariwisata di sana akan maju.
Apalagi, ia meyakini bahwa pulau tersebut dapat dikelola oleh masyarakat atau investor. Hal itu mengacu pada surat kepemilikan dan didukung oleh Balai Taman Nasional Takan Bonerate.
"Tapi ternyata pihak Balai mengadukan masalah ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ini kok berubah tiba-tiba sikapnya," cetusnya.
Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah menegaskan tidak benar jika pulau Lantigiang dijual. Sebab pulau tersebut masuk dalam kawasan Taman Nasional Taka Bonerate.
"Dan waktu saya datang ke sana, disebutkan ada kelapa. Tetapi sama sekali tidak ada (kelapa). Kami mengecek itu masih alami dan tidaj ada sentuhan manusia," ujar NA usai mengunjungi Pulau Lantangiang dengan menggunakan Helicopter pada 3 Februari 2021.
Olehnya itu, penjualan pulau Lantangiang dipastikan batal dilakukan. Hanya saja, proses hukum akan tetap berjalan lantaran diduga ada keterlibatan pihak-pihak terkait.
Kapolres Selayar, AKPB Tamangganro Machmud mengatakan telah memeriksa sejumlah orang saksi dalam kasus tersebut. Mulai dari Kepala Balai Taman Nasional Taka Bonerate, pembeli pulau Asdianti, penjual, Syamsu Alam, hingga Kepala Desa Jinato.
"Masih kita selidiki. Yang jelas pulaunya terletak di Desa Jinato, Kecamatan Taka Bonerate. Saat ini kami sementara menyelidiki dan pelajari kasusnya," tegasnya pada 2 Februari 2021.