Bisnis.com, MAKASSAR - Kantor Wilayah Direktoral Jenderal Pajak (DJP) Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara (Sulselbartra) merilis realisasi penerimaan pajak di Sulawesi Selatan (Sulsel) hingga triwulan III/2023 sebesar Rp9,1 triliun, lebih rendah 0,71% dari pencapaian periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp9,19 triliun.
Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan, Kanwil DJP Sulselbartra, Soebagio mengatakan penurunan realisasi penerimaan pajak tahun ini disebabkan tidak ada lagi penerimaan yang bersumber dari Progam Pengungkapan Sukarela (PPS) seperti pada tahun lalu.
"Tahun lalu bisa lebih tinggi karena adanya program PPS. Tapi jika misal tahun lalu tidak ada PPS, realisasi kita tahun ini lebih tinggi, bahkan bisa tumbuh tinggi sampai 5%. Tahun lalu jika tidak ada PPS, realisasi kita hanya Rp7,94 triliun," paparnya, Senin (30/10/2023).
Secara rinci, PPN di Sulsel tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup siginifikan sebesar 22,04% atau realisasinya sebesar Rp4,14 triliun dari target Rp5,81 triliun. Penyebabnya adalah efek pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, peningkatan harga komoditas dan penyesuaian tarif PPN 11%.
Penerimaan PBB yang sebelumnya mengalami pertumbuhan minus, kini pada September 2023 telah tumbuh positif, dengan peningkatan sebesar 4,31% atau realisasinya sebesar Rp30,92 miliar dari target Rp73,5 miliar.
Pada PPh 21 hingga September 2023 tumbuh 11,4%, sama persis pertumbuhannya pada tahun lalu. Kinerja PPh Badan yang tumbuh baik sebesar 9,5% ditopang oleh tingginya penerimaan dari setoran masa sektor perdagangan dan pertambangan.
Baca Juga
Sementara untuk PPh Final mengalami kontraksi yang cukup besar mencapai 14,36%, dikarenakan tidak ada lagi penerimaan yang bersumber PPS.
Berdasarkan penerimaan per sektor usaha, perdagangan masih menjadi yang paling banyak memberi kontribusi dengan realisasi sebesar Rp2,12 triliun atau memiliki andil sebesar 23% dari total penerimaan pajak Sulsel.
Selanjutnya berturut-turut adalah sektor administrasi pemerintahan dengan realisasi Rp1,77 triliun atau memiliki andil 19%, sektor industri pengolahan Rp880 miliar atau memiliki andil 10%, sektor jasa keuangan dan asuransi Rp710 miliar atau memiliki andil 8%, dan pertambangan Rp700 miliar atau memiliki andil sekitar 8%.