Bisnis.com, MAKASSAR - Bimbang. Alih-alih mengambil langkah intervensi maksimal menghadapi pandemi Coronavirus Disease 19 (Covid-19), Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan justru larut dalam kembimbangan yang mencemaskan.
Pada Kamis (9/4/2020) lalu, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah sempat mengisyaratkan opsi pengajuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mencakup episentrum pandemi, dan telah melaksanakan rapat yang melibatkan seluruh unsur Forkopimda Sulsel. Namun, dia kemudian mengumumkan hanya berfokus pada jaring pengaman sosial dan mengendapkan opsi PSBB.
Dalam perkembangan lain, laju kasus positif Covid-19 di Sulsel juga terus mencatatkan kenaikan dalam satu pekan terakhir dan per Minggu (12/4/2020) menyentuh angka 222 kasus. Secara nasional, menempati urutan ke-5 di bawah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten, namun Sulsel lebih banyak dari Jawa Tengah.
Pada momentum yang bersamaan, Gubernur Sulsel kemudian menunjukkan gelagat yang kurang meyakinkan publik dalam penanganan pandemi. Dia mengumumkan bahwa episentrum pandemi di Sulsel hanya akan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Kecil, yang diistilahkannya sendiri sebagai PSBK.
Dia beralasan, untuk menerapkan PSBB di suatu wilayah bukanlah perkara mudah mengingat ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi oleh pemerintah daerah untuk mengajukan opsi PSBB ke pemerintah pusat.
"Kita telah melakukan evaluasi kondisi terakhir Sulsel. Kita tidak lagi menyarankan, mengimbau, tetapi kita harus intervensi tingkat tinggi. Untuk PSBB, saya kira tidak mudah kita langsung usulkan," ungkapnya.
Baca Juga
Dia menyatakan PSBK versi Pemprov Sulsel itu hanya akan melakukan pembatasan skala kecil di tiga wilayah yakni Kota Makassar dan dua kabupaten penyangga yakni Gowa dan Maros. Ketiga daerah tersebut memang mencatatkan kasus positif Covid-19 terbanyak di Sulsel masing-masing 154 kasus, 22 kasus, dan 18. kasus per Minggu (9/4/2020).
Sementara itu melalui beleid pedoman Menteri Kesehatan Terawan Agus, provinsi yang mengajukan status mesti lolos kriteria antara lain situasi penyakit berupa peningkatan signifikan jumlah kasus dan/atau kematian akibat penyakit, penyebaran kasus yang cepat ke beberapa wilayah, dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Dalam pedoman itu, Menteri Terawan juga menuliskan bahwa penetapan PSBB didasarkan pada terjadinya peningkatan jumlah kasus dan/atau kematian secara bermakna dalam kurun waktu tertentu, penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu, dan ada bukti terjadi transmisi lokal.
Terkait kriteria ini, Gubernur/Wali Kota/Bupati mesti melengkapi setidaknya tiga dokumen, selain surat pengajuan itu sendiri. Dokumen itu meliputi data peningkatan jumlah kasus menurut waktu disertai kurva epidemiologi, data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana disertai dengan peta penyebaran menurut waktu, dan data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
"Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan PSBB juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan," tulis Terawan.
Berlandaskan hal itu dan kemudian jika ditelaah lebih lanjut, Sulsel sudah seyogyanya memenuhi sejumlah kriteria dalam beleid untuk pengajuan opsi PSBB wilayah. Pasalnya, jumlah kasus meninggal di Sulsel sebanyak 16 orang dalam kurun waktu yang belum cukup satu bulan sejak pertama kali mengumumkan adanya pasien positif Covid-19 pada 20 Maret 2020 lalu.
Sementara untuk jumlah orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 2.672 dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 382 orang. Apalagi, sebagian besar kasus yang terkonfirmasi saat ini bersumber dari transmisi lokal.
Sebelumnya, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) dan Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin telah membuat analisa penyebaran Covid-19 dan mengestimasi paparan pandemi di Sulsel akan mencapai 143.390 kasus. Diprediksikan, pasien yang butuh perawatan di rumah sakit sebanyak 28.678 orang, dan jumlah yang memerlukan penanganan intensif 5.736 orang.
Dampak Ekonomi di tengah Pandemi
Ketua Komisi B Bidang Ekonomi, Rachmatika Dewi menilai saat ini Sulsel sudah memasuki masa krusial dan pemerintah provinsi seharusnya segera mengambil langkah tegas untuk menentukan kebijakannya.
"Kasus pasien positif Covid-19 di Sulsel sudah terbanyak di luar Pulau Jawa. Bahkan melampaui Jateng. Ini sudah sangat mengkhawatirkan," ungkap dia.
Dia tidak menampik bahwa pilihan untuk menerapkan PSBB memang akan menjadi dilema besar terlebih jika mengacu pada perekonomian daerah. Apalagi merupakan gerbang di Indonesia timut sehingga potensi ekonomi akan terdampak besar.
Sektor yang paling berdampak adalah sektor transportasi udara dan laut jika PSBB diterapkan, dengan konsekuensi lalu lintas pintu masuk tentu akan lebih diperketat lagi.
Dalam penerapan PSBB, pemerintah juga mesti mengatur strategi dalam memberikan bantuan kepada pekerja di sektor informal, yang mana sektor tersebut paling besar menerima dampak dari pandemi Covid-19 ini, termasuk bantuan pangan bagi masyarakat yang berada di zona merah agar segera bisa terpenuhi.
"Kita semua berharap agar pandemi ini bisa segera berakhir. Tapi melihat angka pasien positif yang terus bertambah rasanya kita pesimis juga jika tidak ada langkah preventif yang diambil pemerintah," ungkapnya.
Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah bersama Forkopimda melakukan pertemuan bersama panitia Ijtima Dunia Zona Asia 2020 yang membahas pembatalan kegiatan dan mekanisme pemulangan peserta ke daerah masing-masing. Pertemuan dilakukan di Kantor Camat Bontomarannu, Kabupaten Gowa . Kamis (19/3/2020)./Bisnis/Andini
Sementara itu, Ekonom Universitas Hasanuddin Agussalim menjelaskan pemerintah memang harus siap jika PSBB bena-benar diterapkan di Sulsel karena akan semakin menekan perekonomian daerah hingga ke level bawah.
Kendati belum bisa memprediksi angka tersebut, namun Agussalim mengatakan ada sejumlah sektor yang paling terpukul akibat pandemi Covid-19 dan jika PSBB diterapkan di Sulsel. Apalagi jika pandemi ini berlangsung dalam rentang waktu yang lebih lama, yang secara otomatis akan berpengaruh pada masa penerapan PSBB.
"Beberapa sektor ekonomi yang diidentifikasi ikut terpukul akibat wabah covid-19 di antaranya sektor transportasi, terutama transportasi udara. Ancaman wabah memaksa orang untuk mengurangi mobilitas. Itu juga akan berefek domino pada sektor perhotelan," ungkap Agussalim.
Selain itu sektor perdagangan besar dan eceran juga akan terdampak akibat terganggunya rantai pasokan, baik secara domestik maupun secara global. Menurutnya, beberapa komoditas akan mengalami kelangkaan pasokan, dan pada saat yang sama, ekspor juga akan mengalami penurunan signifikan akibat melesunya permintan global.
"Penting dicatat bahwa sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan merupakan sumber pertumbuhan utama bagi perekonomian Sulsel selama ini," katanya.
Kendati demikian, Agussalim berharap pemerintah provinsi khususnya bisa segera mengambil kebijakan strategis dan tegas. Pasalnya, bila penyebaran Covid-19 tidak tidak dicegah lebih cepat maka akan lebih banyak menghasilkan kerugian keekonomian lebih parah ke depan untuk Sulsel sendiri.