Bisnis.com, JAKARTA - Sulawesi Selatan, khususnya Kota Makassar, kini masuk dalam Zona Merah pandemi virus corona atau Covid-19 di Tanah Air. Laju infeksi coronavirus disease 19 (Covid-19) di daerah ini terus mencatatkan grafik kenaikan yang lebih dari cukup memantik kecemasan publik.
Sejak pertama kali diumumkan secara resmi oleh otoritas Sulawesi Selatan pada 19 Maret 2020 silam, penambahan kasus positif Covid-19 relatif eksponensial. Diawali dengan dua pasien positif dan hingga 7 April 2020, pasien yang dinyatakan positif Covid-19 di Sulawesi Selatan sudah menyentuh 122 orang dengan episentrum di Makassar beserta dua daerah penyangga yakni Gowa dan Maros.
Ini tak hanya menempatkan Sulsel sebagai zona merah, namun juga sebagai provinsi di luar Jawa dengan jumlah pasien positif Covid-19 tertinggi. Bahkan, saat ini jumlahnya hanya berselisih 11 kasus dari Jawa Tengah yang jauh lebih dulu mendeteksi adanya pasien positif di daerah tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Ichsan Mustari menyatakan penularan 50 persen dari 30 kasus terakhir di Sulsel terjadi dalam pola local transmission. Penularan itu terjadi akibat adanya interaksi pasien baru dengan orang yang sebelumnya sudah terpapar Covid-19.
Bahkan menurut Ichsan, kondisi ini juga menunjukkan bahwa di Makassar terdapat orang yang terpapar Covid-19 namun tidak menunjukkan gejala (Orang Tanpa Gejala/ OTG), yang masih belum terdeteksi dan menjadi carrier penyebaran virus ini ke warga lainnya.
"Local transmission di Makassar ini bisa terjadi dengan pasangan (suami-istri), kerabat, teman. Itulah kenapa pentingnya kita melakukan jaga jarak secara fisik. Karena kalau kita lihat data jumlah kasus menunjukkan bahwa OTG makin banyak," ungkap Ichsan.
Baca Juga
Kota Makassar memang tercatat sebagai episentrum penyebaran Covid-19 dengan jumlah kasus pasien positif Covid-19 mencapai 68 orang. Disusul dua daerah perbatasan yakni Kabupaten Gowa dengan jumlah pasien positif Covid-19 sebanyak 16 orang dan Kabupaten Maros dengan 11 orang dinyatakan positif Covid-19.
Pola penularan yang semakin mengkhawatirkan ini, justru tak membuat Pemerintah Provinsi Sulsel untuk segera menetapkan kebijakan strategis bersifat preventif. Opsi untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bahkan enggan dilakukan dan ditolak secara tegas.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah berdalih Sulsel sebagai daerah penyangga pangan tak bisa menghentikan aktivitas dengan skala besar.
"Kita jangan lupa bahwa Sulsel ini adalah salah satu penyangga pangan nasional. Kita juga harus fokus ke sini. Bagaimana nantinya jika petani dirumahkan. Jangan sampai justru bukan Corona yang membunuh kita, tapi karena mati kelaparan. Ini perlu kita pikirkan bersama," terang Nurdin dalam video konferensi yang digelar Selasa (7/4/2020) kemarin.
Dia lantas melanjutkan, bahwa penerapan PSBB daerah harusnya lebih berhati-hati, sebab karakteristik setiap daerah berbeda-beda. Apalagi Sulsel yang notabene memiliki cakupan wilayah yang cukup luas dengan 24 kabupaten kota.
Hal itu tampaknya menuai kontroversi di masyarakat. Bahkan tak sedikit yang menilai Pemerintah Provinsi Sulsel lebih mementingkan perut daripada nasib masyarakatnya yang harus berperang melawan virus tak kasat mata.
Apa yang menjadi alasan Gubernur Nurdin seolah bertolak belakang dengan klaim yang selama ini menyebut stok pangan di Sulsel melimpah.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah
Wakil Ketua DPRD Sulsel Muzayyin Arif menilai Pemprov Sulsel seolah tak melakukan penanganan secara serius. Beberapa kelompok yang turut bergerak dalam penanganan bahkan lebih banyak atas inisiatif sendiri tanpa adanya arahan dari pihak pemerintah.
"Sulsel sudah masuk dalam zona merah. Setiap hari warga kita yang terinfeksi Covid-19 terus bertambah. Jika tidak ada pengendalian serius, maka diprediksi jumlah yang terinfeksi akan terus bertambah," ungkap legislator fraksi PKS ini.
Merujuk pada hasil pemodelan penyebaran Covid-19 yang dilakukan Fakultas Kessehatan Masyatakat (FKM) dan FMIPA Universitas Hasanuddin baru-baru ini, tanpa adanya intervensi siginifikan (base line) maka estimasi sebanyak 143.390 orang terpapar Covid-19 dengan status positif.
Kemudian diprediksikan yang butuh perawatan di rumah sakit sebanyak 28.678 orang. Dan proyeksi jumlah yang memerlukan penanganan intensif yaitu 5.736 orang.
Menurut Muzayyin, langkah untuk meredam penyebaran di Sulsel belum dilakukan secara maksimal. Upaya pengendalian arus keluar masuk orang di Sulsel sebagai upaya preventif tampaknya juga tidak terjadi dengan baik. Ia menyarankan agar penanganan di bandara dan pelabuhan harus lebih ketat.
"Sebaiknya ada protap yg membatasi pergerakan orang. kalau perlu, kita minta kementrian perhubungan menutup sementara bandara untuk penumpang umum," jelas Muzayyin.
Dari sisi infrastruktur kesehatan Sulsel bahkan dinyatakan belum begitu siap. Hal itu terlihat dari masih minimnya distribusi alat pelindung diri (APD) bagi para tim medis yang bertugas menangani pasien Covid-19.
Belum lagi, rumah sakit yang sebelumnya tercatat ada tujuh rumah sakit rujukan, kini menjadi hanya tiga rumah sakit yakni RSUP Wahidin Sudirohusodo, RS Sayang Rakyat, dan RS Dadi.
Tiga Kali Pergantian Ketua Gugus Tugas
Lambannya dan kegamangan pergerakan Pemprov Sulsel sebenarnya mulai nampak saat pembentukan Gugus TugasPercepatan Penanganan Covid-19 Sulsel.
Sejak dibentuk pada 17 Maret 2020, tim penanganan yang harusnya bergerak cepat justru lebih sibuk dalam pergantian pucuk pimpinan, tercatat sudah tiga kali pergantian Ketua Gugus Tugas melalui surat keputusan (SK) yang dikeluarkan sebanyak tiga kali.
Pada awal pembentukan, Nurdin Abdullah menunjuk Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulsel Ni'mal Lahamang sebagai ketua. Namun, rupanya kondisi kesehatan Ni'mal menurun dan jatuh sakit.
Pergantian pun dilakukan oleh Nurdin dengan menunjuk Pangdam XIV/ Hasanuddin Mayjen TNI Andi Sumangerukka pada 27 Maret 2020. Kemudian SK ketiga hasil revisi diterbitkan lagi pada 31 Maret 2020, dan Gubernur Sulsel sendiri sebagai ketua Gugus Tugas.
Lambannya penanganan dalam mencegah penularan tentu menjadi kekhawatiran bersama. Masyarakat tak cukup patuh dengan imbauan belaka. Imbauan untuk melakukan social dan physical distancing nyatanya tak berlangsung lama.
Aktivitas masyarakat Sulsel, khususnya di Kota Makassar yang menjadi episentrum tak menunjukkan perubahan yang signifikan.
Pada titik tersebut, banyak elemen berharap agar Gubernur Nurdin Abdullah sebagai komandan otoritas Sulawesi Selatan mesti segera mengambil opsi pengajuan PSBB ke pemerintah pusat untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
PSBB untuk tiga episentrum Covid-19, Makassar Maros dan Gowa menjadi kewajiban, ketimbang larut dalam kegamangan dan ketakutan terjadinya kelaparan yang berlebihan.