Bisnis.com, MANADO—PT Bursa Efek Indonesia menyatakan bahwa pemerintah daerah dapat mengemisi obligasi daerah untuk mendiversifikasi sumber pendanaan.
Manager Operation of Potential Issuer Development Bursa Efek Indonesia (BEI) Bima Ruditya Surya obligas daerah dapat diemisi secara langsung oleh pemerintah daerah terkait. Setelah itu, dana yang didapatkan dapat langsung disalurkan kepada proyek-proyek ataupun badan usaha milik desa (BUMD) yang ada.
“Pertama, yaitu pendanaan langsung, dalam arti pemerintah daerah langsung mengeluarkan obligasi yang digunakan dalam APBD [Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah] dan disalurkan untuk proyek-proyek daerah atau BUMD,” katanya di Manado, Kamis (28/3/2019).
Selain itu, dia mengatakan bahwa skema emisi obligasi juga bisa dilakukan secara langsung melalui salah satu BUMD yang dimiliki pemerintah daerah. Hal itu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa saat ini masih sedikit pemerintah daerah yang berencana memanfaatkan pasilitas tersebut. Padahal, menurutnya hal itu dapat dilakukan untuk mendiversifikasi sumber pendanaan dan mengurangi ketergantungan terhadap APBD.
“Sulawesi Utara sudah memiliki nilai positif dengan neraca perdagangan yang positif. Menerbitkan obligasi akan menjadi sumber diversifikasi pendanaan, pola pendanaan mengurangi tekanan arus kas. Struktur pendanaan yang fleksibel,” ujarnya.
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa melihat potensi pasar saat ini, pemerintah daerah dapat mengeluarkan obligasi ritel maupun institusional. Menurutnya, skema emisi obligasi ritel akan kurang lebih sama dengan pemerintah pusat, baik obligasi konvensional maupun sukuk yang berbasis syariah.
Namun demikian, menurutnya melihat kebutuhan pemerintah daerah dan kemampuan pasar saat ini penerbitan obligasi institusional lebih memungkinkan untuk dilakukan. Pasalnya, lemabaga keuangan nonbank saat ini tengah memiliki kemampuan yang cukup besar untuk menyerap obligasi.
“Karena banyak ada dana pensiun, asuransi, yang besar-bear yang bisa memasukkan dananya ke daerah juga, menjadi obligasi daerah. Yang penting, pemerintah daerah sudah mendapat persetujuan Kementrian Keuangan,” katanya.
Bima mengatakan, obligasi daerah masih sepi peminat. Pemerintah provinsi Sulawesi Utara juga belum memanfaatkan peluang pendanaan tersebut. Namun demikian, dia mengklaim ada beberapa pemerintah daerah lain yang menurutnya
“Sulut belum, tapi sudah ada beberapa daerah yang sudah menjajaki hal itu, melalui diskusi, bahkan sudah ada yang sounding ke Kementrian Keuangan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara (Sulutgomalut) Slamet Wibowo mengatakan bahwa saat ini setidaknya ada 10 daerah yang dianggap mampu mengeluarkan obligasi daerah.
“Intinya karena itu kan harus ada cashflow-nya. Misalnya, mau bangun hotel atau rumah sakit, kan ada cashflow kan, masyarakat berobat kan bayar itu kan untuk bayar kuponnya. Terus nanti saat jatuh tempo juga bisa dia lunasi,” katanya.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa salah satu tantangan pemerintah daerah untuk mengeluarkan obligasi daerah adalah kewajiban adanya persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai badan legislatif.
“Persetujuan dananya untuk apa, bagaimana mengangsurnya, itu kan otomatis tiap tahun itu kan pendapatan daerah, penyaluran kan harus ada persetujuan juga dari dewan. Makanya ini belum pecah telur, mungkin kalau sudah ada satu mungkin yang lain bisa ikut-ikutan,” jelasnya.