Bisnis.com, MAKASSAR - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tengah mendorong kualitas peternakan kambing di wilayahnya dengan memperbaiki good farming practices (GFP) atau tata laksana peternakan supaya para peternak bisa melakukan ekspor.
Targetnya penerapan GFP secara maksimal bisa dilaksanakan tahun depan supaya pada 2025 mendatang sudah ada kambing dari Sulsel yang diekspor.
Berdasarkan data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulsel, populasi kambing di wilayahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2022, jumlahnya mencapai 838.502 ekor yang terdiri dari kambing potong sebanyak 837.962 ekor dan kambing perah sebanyak 540 ekor.
Angka tersebut meningkat jika dibandingkan pada 2021 yang sebesar 819.451 ekor dan pada 2020 yang hanya 794.866 ekor. Bahkan diproyeksi pada 2023 ini, populasi kambing bisa mencapai 855.271 ekor, untuk jenis kambing potong sebanyak 854.721 ekor dan kambing perah sebanyak 550 ekor.
Angka populasi tersebut juga konsisten menjadikan Sulsel sebagai provinsi dengan populasi kambing terbanyak keenam di Indonesia setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulsel Nurlina Saking mengatakan selama ini pemasaran kambing asal Sulsel hanya di sekitar provinsi ini saja, belum ada yang dipasarkan ke provinsi lain maupun ke mancanegara. Padahal jika dilihat dari tingkat perkembangan populasinya, kambing Sulsel diproyeksi memiliki potensi besar seperti sapi yang bisa dipasarkan ke beberapa wilayah di Indonesia bagian timur.
Baca Juga
"Kita tengah memperbaiki GFP supaya peternakan kambing menjadi lebih baik. Kita punya peluang untuk ekspor, kan malaysia dekat, atau kalimantan, seperti sapi kita yang banyak di jual ke Kalimantan. Apalagi konsumsi kambing di wilayah-wilayah itu tinggi," paparnya kepada Bisnis, Senin (21/8/2023).
Melalui GFP tersebut, para peternak kambing di Sulsel akan didorong untuk meningkatkan biosekuriti peternakan supaya tidak mudah terkena penyakit. Pasalnya penyakit ternak menjadi kendala utama penerimaan ekspor oleh para negara-negara maju saat ini.
Selain itu, jumlah kambing yang diternak juga harus ditingkatkan, menjadi minimal sekitar 100-150 ekor tiap peternakan. "Biosekuriti misal pemberian desinfektan serta menjaga lalu lintas ternak yang masuk supaya aman dari penyakit. Kemudian para peternak juga harus terus dapat pendampingan dari kami bagaimana beternak yang baik, sehingga populasinya meningkat, jangan hanya 10, mereka minimal harus memiliki 100-150 kambing," paparnya.
Sementara salah satu peternak kambing di Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros, Kurdin mengatakan saat ini kendala yang paling sering dihadapinya adalah penyakit ternak, seperti penyakit mata, batuk, cacingan, gatal, ambing, tetanus, hingga diare yang bisa membuat penurunan daya tahan tubuh kambing.
"Kami harap pemerintah bisa terus melakukan penyuluhan dan mengedukasi untuk melakukan metode ternak yang lebih baik karena di sekitar tempat tinggalku, hanya saya yang beternak kambing. Semua masih takut karena ancaman penyakit ini," paparnya.
Kurdin sendiri saat ini memiliki 30 ekor kambing yang sementara di ternak dengan harga jual sekitar Rp2 juta perekor. Pembelinya baru masyarakat di sekitar lokasi peternakannya, belum ada yang berhasil di jual ke luar daerah.