Bisnis.com, MAKASSAR - Aktivitas eksportasi dan importasi Sulsel pada awal tahun 2020 mengalami kontraksi. Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel mencatat ekspor Sulsel mengalami penurunan sebesar 42,55 persen, sementara impor juga menurun sebesar 18,23 persen.
Kepala BPS Sulsel Yos Rusdiansyah memaparkan penurunan tersebut dipicu oleh sejumlah faktor. Salah satunya permintaan yang menurun dari hampir semua komoditas andalan Sulsel ke negara tujuan ekspor.
"Nilai ekspor yang dikirim melalui pelabuhan Sulsel pada Januari 2020 tercatat mencapai US$70,67 juta. Angka tersebut menurun dari US$123 juta pada Desember 2019," ungkap Yos, Senin (2/3/3020).
Adapun komoditas yang mengalami penurunan di antaranya komoditas nikel, ikan dan udang, biji-bijian berminyak dan tanaman obat, daging dan ikan olahan, besi dan baja, garam, belerang dan kapur, kopi, teh dan rempah-rempah, buah-buahan, dan ampas atau sisa industri makanan.
Hal itu tentu memberi efek domino terhadap permintaan ke sejumlah negara tujuan. Yang mana BPS mencatat, penurunan nilai ekspor paling drastis terjadi di Amerika Serikat yakni menurun sebesar 65,14 persen. Di posisi kedua Tiongkok dengan penurunan sebesar 64,56 persen, Vietnam menurun 51,93 persen, dan Jepang menurun 35,98 persen.
"Selama ini seluruh negara tersebut menjadi negara ekspor tujuan terbesar dari sejumlah komoditas andalan Sulsel," jelas Yos.
Baca Juga
Sementara itu, Yos menyebutkan impor Sulsel juga mengalami kontraksi pada Januari 2020. Di mana pada Desember 2019 nilai impor Sulsel sebesar US$147,17 juta turun menjadi US$120,34 juta pada Januari 2020.
Penurunan signifikan pada kedua aktivitas perekonomian tersebut menyebabkan terjadinya defisit neraca perdagangan Sulsel yakni sebesar US$49,67. Kendati demikian, Yos meyakini perekonomian Sulsel pada tahun ini masih akan stabil. Hal itu menurut dia terlihat dari adanya upaya untuk mengembangkan sejulah sektor untuk mendorong perekonomian daerah.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Universitas Hasanuddin (Unhas) Anas Iswanto Anwar menyatakan penurunan ekspor maupun impor Sulsel masih dipicu oleh kondisi ekonomi global yang masih labil. Termasuk imbas dari perang dagang yang terjadi pada 2019 lalu.
"Selain itu, tak bisa dipungkiri bahwa isu virus Corona atau Covid-19 juga menjadi pemicunya. Ini menjadi perhatian bersama, tak hanya Indonesia tapi seluruh dunia," jelas Anas.
Untuk itu, ia menilai agar Sulsel tidak hanya berpatok pada negara yang sebelumnya menjadi negara tujuan ekspor sejumlah komoditas andalan Sulsel. Sepatutnya, Sulsel membuka peluang pasar baru yang juga potensial.
Misalnya saja negara di wilayah Timur Tengah. Menurut Anas, negara tersebut tidak terlalu terdampak dari ekonomi global. Dari sisi dalam negeri, sebaiknya Sulsel mampu mendorong konsumsi lokal, di mana masyarakat bisa lebih memilih barang produksi dalam negeri dibandingkan barang impor.