Bisnis.com, JAKARTA - Sulawesi Utara memiliki objek wisata beragam mulai dari alam, budaya, sejarah, kuliner, hingga perkotaan.
Tidak heran, banyak pihak yang menggadang-gadang sektor pariwisata akan mampu menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Bumi Nyiur Melambai di tengah lesunya harga komoditas, khususnya minyak nabati.
Pada kuartal II/2019, perekonomian provinsi ini tercatat tumbuh 5,48 persen secara year-on-year (yoy). Angka itu lebih lambat dibandingkan 6,58 persen secara yoy pada kuartal I/2019.
Kantor Perwakilan (Kanwil) Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara (Sulut) mengungkapkan ada faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Salah satunya, kontraksi ekspor yang lebih dalam pada kuartal II/2019 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Kontraksi ekspor memang tidak hanya dihadapi oleh Sulut. Tensi perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang terus memanas tidak dapat dipungkiri berimbas terhadap perekonomian Indonesia, khususnya dari sisi kinerja ekspor.
Kelapa merupakan salah satu komoditas ekspor andalan di Sulawesi Utara./ANTARA FOTO-Basri Marzuki
Baca Juga
Di tengah kondisi itu, Kepala Perwakilan BI Sulut Arbonas Hutabarat menilai ada satu alternatif yang dapat ditempuh untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di provinsi ini. Sumber alias motor laju perekonomian itu adalah sektor pariwisata.
Dia memandang pengembangan pariwisata di Sulut tidak memerlukan modal besar. Pasalnya, Sulut memiliki potensi kondisi alam yang sangat baik.
“[Sulut] Alam sudah bagus, banyak objeknya, aksesnya sudah, fasilitas sudah, atraksinya oke. Jadi, tidak perlu investasi dulu baru datang uangnya, sudah tinggal jual,” ujar Arbonas, akhir pekan lalu.
Besarnya potensi pariwisata Sulut menjadi salah satu alasan Kanwil BI Sulut mengajak puluhan jurnalis dari Kota Manado untuk berkunjung ke Bandung, Jawa Barat, selama tiga hari pada akhir pekan lalu. Lewat kunjungan tersebut, secara khusus bank sentral ingin memberikan gambaran pengembangan pariwisata di Bumi Pasundan.
Rombongan jurnalis itu menyambangi sejumlah objek di Kota Kembang. Salah satunya Saung Angklung Udjo yang berlokasi di Jalan Padasuka.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Arbonas Hutabarat menyambangi gerai kerajinan tangan di Saung Angklung Udjo, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/10/2019)./Bisnis-M. Nurhadi Pratomo
Nama Saung Angklung Udjo kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Kota Bandung. Destinasi wisata dan budaya itu bermula dari sebuah sanggar kesenian Sunda yang didirikan oleh Udjo Ngalagena dan istrinya, Uum Sumiati, pada 1966.
Dalam perkembangan terkini, Saung Angklung Udjo juga menjadi destinasi edukasi lewat kolaborasi antara arena pertunjukan dan pusat kerajinan bambu. Lokasi itu disebut-sebut mengangkat citra Kota Bandung, bahkan Indonesia, mengingat alat musik angklung juga ditetapkan sebagai warisan budaya oleh UNESCO.
Konsep itulah yang membuat Kanwil BI Sulut meyakini apa yang diterapkan oleh Saung Angklung Udjo dapat diimplementasikan di Bumi Nyiur Melambai.
Arbonas menuturkan konsep pengembangan pariwisata dapat dilakukan secara sederhana lewat desa pariwisata. Skema itu menciptakan rantai end-to-end alias dari hulu hingga ke hilir.
“Ini supaya semua [masyarakat] bisa menikmati. Dari bandara sudah ada sewa bus, turun dari bandara sudah dijemput, kemudian dibawa ke tempat makan, lalu masuk desa wisata ada keterlibatan, setelah itu pulang melewati Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berjualan,” paparnya.
Arbonas menekankan pengembangan pariwisata bukanlah tugas seorang diri Dinas Pariwisata Sulut. Tetapi, diperlukan keterlibatan semua pihak.
“Kebetulan di Sulut 90 persen sudah tersedia,” imbuhnya.
Ribuan penyelam dari berbagai daerah melakukan penyelaman massal di kawasan Pantai Megamas, Manado, Sulawesi Utara, Sabtu (3/8/2019)./ANTARA FOTO-Fisella Ruaw
Selain pengembangan dari hulu ke hilir, Arbonas juga mengingatkan pentingnya kreativitas. Menurutnya, diperlukan segelintir atau sekelompok orang yang terus fokus mengasah kreasi dalam mengembangkan sektor pariwisata.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk melalui Bandara Sam Ratulangi sebanyak 14.175 orang pada Agustus 2019. Jumlah itu naik 26,48 persen dibandingkan dengan 11.207 orang pada Juli 2019.
Namun, jumlah wisman yang masuk pada Agustus 2019 turun 8,24 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang sebanyak 15.448 orang.
Kepala BPS Sulut Ateng Hartono mengungkapkan secara jumlah, wisman yang masuk sebanyak 87.312 orang pada Januari—Agustus 2019. Sementara itu, total pelancong asing yang masuk pada periode yang sama pada tahun lalu sebesar 86.448 orang.
“Ini tumbuh hanya 0,94 persen, mudah-mudahan dengan dibukanya penerbangan Manado—Davao bisa mendorong,” jelasnya.
Maskapai Garuda Indonesia mulai membuka rute penerbangan Manado-Davao sejak awal Oktober 2019./Bisnis-Paulus Tandi Bone
Berdasarkan kebangsaan, wisatawan China masih mendominasi kunjungan ke Sulut pada Agustus 2019. Tercatat, pelancong dari Negeri Panda sebanyak 12.772 atau berkontribusi 90,1 persen terhadap total jumlah wisman yang masuk.
Turis berkebangsaan Jerman dan Amerika Serikat menyusul dengan jumlah masing-masing 213 orang dan 150 orang.
Ateng menambahkan Sulut harus meningkatkan destinasi wisata. Dengan demikian, diharapkan jumlah wisman yang datang akan makin banyak.
Kepala Dinas Pariwisata Sulut Daniel Mewengkang mengklaim realisasi kunjungan wisman ke Sulut masih sesuai target sampai Agustus 2019. Pihaknya meyakini kunjungan akan terus bertambah sejalan dengan dibukanya rute penerbangan pergi pulang Manado—Davao, kota di selatan Filipina.
Sulut membidik kunjungan 150.000 orang wisman pada 2019. Sementara itu, total wisatawan Nusantara yang datang ditargetkan mencapai 2,5 juta orang pada tahun ini.
Mampukah serangkaian target ini tercapai dengan mengandalkan segala destinasi yang sudah ada? Kita tunggu saja.