Bisnis.com, MANADO – Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Sulawesi Utara memperkirakan pada Desember tahun ini, Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulut akan berada pada kisaran 0,8–1,0% (mtm).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardjojo mengatakan bahwa perkiraan terjadinya inflasi tersebut dipengaruhi oleh tingkat permintaan yang meningkat tinggi pada akhir tahun ini menjelang natal dan tahun baru.
"Puncak konsumsi masyarakat Sulut terjadi pada akhir tahun, khususnya ketika menjelang hingga perayaan Natal dan tahun baru," ujarnya, Selasa (5/12).
Menurutnya sesuai dengan perkembangan historisnya, harga bawang rica tomat (Barito) diperkirakan mulai mengalami kenaikan sejak awal Desember hingga pada perayaan hari raya di akhir tahun.
Namun demikian, pemerintah daerah dan Bank Indonesia terlah berkomitmen untuk memperkuat pengendalian inflasi yang terjadi di tahun ini, seperti misalnya pada triwulan III hingga triwulan IV 2017, upaya pengendalian inflasi dilakukan melalui “Gerakan Barito – Batanang Rica dan Tomat” tahap ke 2.
Program tersebut menyalurkan sekitar 45 ribu bibit kepada Kelompok-Kelompok PKK di wilayah Kota Manado dan sekitarnya, sebagai antisipasi lonjakan harga komoditas tersebut di akhir tahun.
Upaya lainnya yang akan dilakukan yaitu penguatan kelembagaan TPID di wilayah Sulawesi Utara menyusul terbitnya Keputusan Presiden RI No.23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional.
"Berbagai risiko dan tantangan masih mengemuka dalam pencapaian sarana inflasi Sulut 2017. Salah satunya yaitu risiko terjadinya La Nina pada akhir tahun ini," ujarnya.
Sementara itu, adapun memperhatikan perkembangan terkini, Bank Indonesia memandang bahwa pencapaian inflasi sampai dengan November 2017 masih relatif sejalan dengan target.
"Hingga akhir tahun, inflasi diperkirakan akan tetap terkendali dalam kisaran yang ditetapkan yaitu 4±1% (yoy)," ujarnya.
Sperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara menyatakan bahwa pada November 2017, Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara yang diwakili oleh Kota Manado kembali mencatat deflasi yakni sebesar - 0,09% (mtm).
Atas hal tersebut, sehingga di lokasi tersebut telah tercatat mengalami deflasi sepanjang 4 bulan terakhir sejak Agustus 2017.
Realisasi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis bulan November 5 tahun terakhir yang tercatat inflasi 1,14% (mtm).
"Dengan angka tersebut, maka secara tahunan inflasi Sulut pada bulan November 2017 tercatat sebesar 0,38% (yoy), dengan inflasi tahun kalender sebesar 1,93% (ytd)," ujar Soekowardjojo.
Deflasi Sulut pada bulan November tersebut juga berbeda arah dibandingkan dengan nasional yang mencatat inflasi sebesar 0,20% (mtm), dan secara tahunan sebesar 3,30% (yoy).
Kepala Bidang Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara Marthedy M. Tenggehi mengatakan bahwa terjadinya deflasi pada November 2017 didorong oleh penurunan harga pada kelompok volatile food (VF) dan administered prices (AP) serta meredahnya tekanan harga pada kelompok inflasi inti (core).
"Kelompok VF tercatat deflasi sebesar -0,18% (mtm). Penurunan tekanan harga di kelompok VF didorong oleh turunnya harga aneka buah-buahan khususnya buah apel dan semangka seiring dengan melimpahnya pasokan," ujarnya.
Sementara itu, kelompok AP tercatat deflasi sebesar -1,02% (mtm) yang didorong oleh sub kelompok non-energi khususnya tarif angkutan udara yang kembali normal.
Pada sisi lain, deflasi yang lebih dalam ditahan oleh inflasi kelompok inti. Kelompok inti tercatat inflasi sebesar 0,27% (mtm) yang disebabkan baik oleh sub kelompok core traded maupun non-traded.
"Komoditas kelompok inti yang mencatat inflasi adalah jeruk nipis, emas perhiasan dan aneka makanan jadi," ujarnya.