Bisnis.com, MAKASSAR - Bank Indonesia menyebut upaya pengendalian inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) masih memiliki banyak tantangan, terutama dari sisi ketimpangan kebutuhan komoditas dan kebijakan yang dirumuskan.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulsel Rizki Ernadi Wimanda menjelaskan bahwa tingginya volatilitas harga komoditas pangan kerap memberi gejolak inflasi di wilayah ini. Hal tersebut dipengaruhi keterbatasan pasokan, utamanya pada aneka cabai.
Begitu pun pada sektor perikanan, kerentanan wilayah sentra budidaya ikan bandeng di Sulsel begitu tinggi terhadap bencana banjir tahunan.
Dari sisi kebijakan, produk yang dijual di berbagai kegiatan pasar murah, lanjut Rizki, belum sepenuhnya menyasar pada komoditas utama penyumbang inflasi, seperti aneka cabai, bawang merah, ikan, dan minyak goreng.
Padahal inflasi pada komoditas pangan tersebut sejauh ini masih relatif tinggi di Sulsel.
"Selain itu pemanfaatan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) juga masih memerlukan optimalisasi agar lebih responsif dalam mendukung intervensi harga melalui operasi pasar murah," kata Rizki, Selasa (3/6/2025).
Baca Juga
Oleh sebab itu, bank sentral pun menyarankan beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan oleh para pemangku kepentingan.
Seperti penanganan inflasi pangan, khususnya komoditas aneka cabai melalui perluasan area tanam, dan komoditas bandeng melalui bantuan budidaya intensif di wilayah pesisir Pangkep yang relatif lebih aman dari banjir.
Kemudian fokus Gerakan Pangan Murah (GPM) diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi, seperti cabai, bawang merah, ikan-ikan dan minyak goreng. Kemudian dapat diberikan subsidi ongkos pada distributor yang menjual harga di bawah harga pasar.
"Terakhir perlu adanya penggunaan dana BTT untuk operasi pasar murah dalam rangka stabilisasi harga dalam jangka pendek," ucapnya.