Bisnis.com, MAKASSAR - Bank Indonesia menyebut kebijakan tarif tinggi yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap beberapa negara termasuk Indonesia, berpotensi berdampak pada penurunan ekspor Sulawesi Selatan (Sulsel).
Penurunan ekspor ini juga bisa berimplikasi pada kinerja ekonomi wilayah tersebut.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulsel Rizki Ernadi Wimanda mengatakan AS merupakan negara tujuan ekspor Sulsel dengan pangsa sebesar 2,7% dari total ekspor Sulsel 2024.
Sepanjang 2024, ekspor Sulsel ke AS tercatat senilai US$55,49 juta atau kurang lebih Rp915,85 miliar. Olahan dari daging, ikan, krustasea, dan moluska menjadi komoditas paling banyak di jual ke negara tersebut sebesar Rp352,87 miliar.
Empat komoditas lain yang menjadi andalan adalah ikan, krustasea, dan moluska sebesar Rp335,87 miliar; buah-buahan sebesar Rp90,44 miliar; lak, getah, dan damar sebesar Rp57,43 miliar; serta kopi, teh, dan rempah-rempah senilai Rp54,46 miliar.
Melihat komposisi tersebut, jika diasumsikan tidak terjadi pengalihan pasar, maka akan terjadi penurunan sebagian besar nilai ekspor Sulsel ke AS.
Baca Juga
Diprediksi nilainya mencapai Rp535,24 miliar atau turun 1,07% dari total ekspor Sulsel, yang juga bisa berdampak pada penurunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulsel sebesar 0,14%.
"Tarif yang tinggi berpotensi menghentikan sebagian besar ekspor Sulsel ke AS selama 2025. Jumlahnya bisa mencapai Rp535,24 miliar dan memberi dampak pada perekonomian," papar Rizki di Makassar, Kamis (15/5/2025).
Dampak ini ditimbulkan akibat harga ekspor Sulsel ke AS yang akan membengkak akibat kenaikan tarif. Maka dari itu, Bank Indonesia mendorong agar upaya diversifikasi pasar bisa menjadi salah satu solusi untuk menekan kerugian yang bisa ditimbulkan.