Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mars Symbioscience Tawarkan Solusi Pengembangan Kakao

PT Mars Symbioscience Indonesia menawarkan solusi pengembangan kakao yang menurun hingga 8,3% per tahun pada rentang 2015-2023.
Buruh memperlihatkan perbandingan kualitas biji kakao yang buruk dan baik di perkebunan kakao Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (1/2/2021). Bisnis/Rachman
Buruh memperlihatkan perbandingan kualitas biji kakao yang buruk dan baik di perkebunan kakao Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (1/2/2021). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, MAKASSAR - PT Mars Symbioscience Indonesia menawarkan solusi dari masalah produksi kakao di Indonesia yang terus mengalami penurunan di tengah harga komoditas yang mulai melambung.

Pada rentang 2015-2023, produksi kakao turun hingga 8,3% per tahun. Padahal, harga kakao per Juni 2024 telah tercatat menyentuh US$7.825 per ton, jauh lebih tinggi dibandingkan 2022 yang hanya di kisaran US$2.000 per ton.

Indonesia Corporate Affairs Director Mars Jeffrey Haribowo mengatakan saat ini 99,63% kakao lokal diproduksi oleh petani kecil. Sementara perkebunan swasta hanya meliputi 0,35% dan sisanya milik negara.

Dari total perkebunan kecil milik rakyat, produktivitasnya diketahui sangat rendah hanya sekitar 200 kilogram per hektare per tahun. Kualitas bijinya pun terdata banyak yang tidak memenuhi standar.

Petani kakao di Indonesia, utamanya di Sulawesi sebagai penghasil terbesar se-Indonesia, menghadapi berbagai tantangan seperti pohon yang menua serta meningkatnya serangan hama dan penyakit termasuk cocoa pod borer atau penggerek buah kakao dan black pod disease atau penyakit busuk buah hitam. 

Tantangan pertanian lainnya yang lebih luas juga memperburuk kondisi ini, seperti penurunan kesehatan tanah, manajemen lahan yang kurang efektif, perubahan iklim, terbatasnya akses ke bibit unggul, dan pembiayaan. 

Selain itu, riset kakao yang masih terbatas dan transfer teknologi yang belum optimal menyebabkan produktivitas yang rendah, bahkan hanya mencapai sepersepuluh dari potensi maksimalnya.

Di lain sisi, meski terus mengalami penurunan produksi, Indonesia tetap menjadi negara dengan kapasitas penggilingan kakao terbesar ketiga secara global. 

Hal ini membuat kebutuhan kakao dalam negeri berkurang, bahkan menjadikan Indonesia kini mengalami ketergantungan impor biji kakao dari Afrika dan Amerika Latin.

"Padahal negara ini berpotensi mengembangkan kakao dari Sabang sampai Merauke dengan produksi biji kakao berkualitas premium. Cukup disayangkan karena produksinya malah kian berkurang," ucap Jeffrey, Rabu (14/5/2025).

Untuk mengatasi tantangan tersebut, belum lama ini Mars meresmikan Cocoa Advanced Research Laboratory (CARL) di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan (Sulsel).

CARL adalah sebuah laboratorium yang akan berperan penting dalam penelitian pertanian dan pengembangan teknologi guna mendukung petani kakao di Indonesia.

Salah satu temuan penting dari penelitian Mars adalah metode peralihan dari sistem pertanian monoklonal (satu klon) ke multiklonal (beragam klon). 

Jeffrey menjelaskan banyak petani kakao di Sulawesi selama ini hanya menanam satu jenis klon unggul yang tidak dapat melakukan penyerbukan sejenis, sehingga menyebabkan produktivitas yang rendah.

Riset Mars menunjukkan bahwa penggunaan beberapa jenis klon kakao unggul yang kompatibel dapat meningkatkan produktivitas hingga 50%.

"Praktik multiklonal bertujuan mengoptimalkan hasil panen kakao dengan memastikan kompatibilitas genetik antarklon. Setidaknya tiga klon yang kompatibel dan maksimal 60% dari klon ini harus disebar secara merata serta ditanam berdekatan agar proses penyerbukan dapat terjadi secara optimal," papar dia.

Selain itu, Mars juga mendorong praktik agroforestri kakao yang lebih beragam, yang dapat membantu meningkatkan ketahanan lahan dan produktivitas sekaligus memberikan pendapatan yang lebih stabil bagi petani. 

Dengan menanam berbagai jenis tanaman di sekitar pohon kakao, petani dapat lebih terlindungi dari fluktuasi harga komoditas dan musim panen yang rendah. 

Pendekatan ini juga dapat membantu mengurangi dampak cuaca ekstrem, seperti kekeringan dan curah hujan tinggi dengan memanfaatkan tanaman dengan toleransi berbeda terhadap kondisi lingkungan.

Jeffrey menambahkan, seiring dengan komitmen Mars dalam riset kakao dan pengembangan rantai pasok yang lebih berkelanjutan, keberhasilan jangka panjang industri ini tetap bergantung pada kolaborasi yang erat antara semua pemangku kepentingan, khususnya pemerintah. 

"Dengan membangun pemahaman bersama tentang tantangan dan peluang di industri kakao, serta menciptakan lingkungan pendukung yang memadai bagi petani, kita dapat memperkuat sektor kakao di Indonesia," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper