Bisnis.com, MAKASSAR - Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) tercatat mengalami deflasi secara bulanan 0,26% (mtm) pada Juni 2024, melanjutkan tren yang sama pada bulan sebelumnya yang juga mengalami deflasi 0,10% (mtm) pada Mei 2024.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menyebut jika deflasi yang terjadi selama dua bulan berturut-turut disebabkan akibat stabilnya harga beras. Produksinya yang berangsur membaik membuat komoditas ini memberi efek besar terhadap tingkat inflasi Sulsel.
Deputi Kepala KPwBI Provinsi Sulsel M Abdul Majid Ikram mengungkapkan, secara umum harga beras di wilayah ini sudah relatif stabil berkat panen raya yang terjadi selama kurang lebih satu setengah bulan belakangan. Pasokannya pun terjaga hingga bisa meningkatkan cadangan beras pemerintah (CBP).
Selain itu, harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah untuk beras medium Rp13.500/kilogram (kg) dan beras premium Rp14.900/kg di Sulsel juga membawa stabilitas harga.
"Kita sudah bisa menjaga pasokan beras. Rapat kami dengan Bulog dan TPID, cadangan beras pemerintah, baik pusat dan daerah terus meningkat. Jadi kalau harga beras tiba-tiba naik, kita punya kemampuan melakukan operasi pasar," paparnya kepada Bisnis, Senin (1/7/2024).
Majid menambahkan, pihaknya bersama TPID akan terus konsisten melakukan pengendalian harga ke depannya, baik yang sifatnya fundamental untuk menjaga kecukupan produksi dan pasokan, maupun menjaga keterjangkauan harga melalui Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) maupun Gerakan Pangan Murah (GPM).
Baca Juga
Pihak Bulog juga akan didorong untuk lebih menaikkan stok, pasalnya diproyeksi, kemampuan produksi pada panen beras di paruh kedua tahun ini tidak sebesar jika dibandingkan jumlah produksi pada panen sebelumnya.
"Kita akan terus dorong pemerintah untuk memantau harga, kemudian kita juga dorong Bulog bisa naikkan stok karena panen selanjutnya kemungkinan tidak sebesar panen yang kemarin, istilahnya panen gaduh, jadi kita akan jaga kecukupannya," jelasnya.