Bisnis.com, MAKASSAR - Organisasi non-pemerintah internasional, Save the Children melalui riset terbarunya di Makassar memetakan potensi limbah elektronik di wilayah ini mencapai 5.651,2 ton pertahun. Jumlah sebanyak ini dikhawatirkan bisa mengancam keselamatan dan kesehatan para pemulung anak.
Apalagi saat ini tercatat kurang lebih ada 200 anak rentang usia 6-17 tahun yang bekerja sebagai pemulung di Makassar, di mana mereka berada pada level paling bawah di sistem limbah elektronik yakni mengumpulkan limbah tersebut.
Oleh karena itu, semua pihak diharapkan memberikan perhatian dan bisa turut menanggulangi ancaman ini supaya anak-anak Makassar tetap aman.
Chief Advocay, Campaign, Communication & Media Save the Children Indonesia Troy Pantouw mengungkapkan ada tiga kecamatan di kota ini yang memiliki limbah elektronik terbesar, antara lain Kecamatan Makassar, Mamajang, dan Mariso. Persentase jenis limbah beragam meliputi televisi, ponsel, kipas, penanak nasi, setrika, kulkas, laptop dan AC.
Dari semua limbah itu, tercatat hanya 3 persen saja yang didaur ulang, sementara sisanya sebanyak 40 persen hanya disimpan, 33 persen dijual, 20 persen diperbaiki, dan 4 persen dibuang.
Dia menjabarkan, sampah elektronik ini merupakan jenis sampah dengan pertumbuhan paling cepat di dunia, bahkan berpotensi menjadi sampah terbanyak kedua setelah limbah plastik dan tekstil. Limbah elektronik yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi polusi dan menghasilkan emisi, hingga berisiko mengganggu kesehatan masyarakat.
Baca Juga
"Termasuk juga berisiko kepada anak-anak, baik anak-anak yang terpaksa bekerja sebagai pemulung, maupun yang hidup di bantaran Tempat Pembuangan Akhir (TPA), hal ini terjadi secara global, termasuk di Kota Makassar," ungkapnya di Makassar, Kamis (16/2/2023).
Tidak jarang dari mereka juga terlibat dalam proses pemilahan yang tidak aman, seperti membakar plastik secara terbuka, membongkar komponen papan sirkuit dengan cara yang tidak aman, dan diperparah dengan tidak dilengkapi peralatan keselamatan yang tepat. Sehingga dapat mengekspos diri anak-anak ini terhadap bahaya keselamatan dan kesehatan.
Melalui riset ini, Save the Children juga mencoba memetakan potensi positif dari limbah elektronik. Sektor ini atau daur ulang sampah elektronik dijabarkannya dapat menciptakan 75.000 pekerjaan yang layak dan ramah lingkungan pada 2030 mendatang, di mana 91 persen berpotensi dikelola oleh perempuan dan berkontribusi pada transisi hijau yang lebih inklusif.
Langkah tersebut diharapkan bisa diaplikasikan oleh pemerintah ataupun pihak-pihak yang berwenang.
"Ada harapan dari pengelolaan limbah elektronik, terutama dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berkontribusi pada masa depan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan," papar Troy.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar Ferdi Mochtar mengatakan akan mencoba menangkap peluang dari riset yang dihasilkan oleh Save the Children. Pihaknya akan mencoba membangun sistem dan manajemen pengelolaan limbah elektronik yang lebih aman, baik pada manusianya dan juga lingkungannya.
"Dari hasil riset ini, kami berharap kita dapat bersama-sama membangun sistem dan manajemen pengelolaan limbah elektronik yang lebih aman, serta kita akan coba dorong adanya ekosistem kemitraan dalam pengelolaan limbah elektronik ini,“ tutup Ferdi.