Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Elevated Track Lebih Sesuai Dengan Kondisi Makassar, Lingkungan dan Sosial Ekonomi

Rel elevated akan menghindarkan wilayah sekitar rel dari ancaman banjir, menyesuaikan kompleksitas perkotaan serta meminimalisir dampak sosial ekonomi.
Kereta melintas di jalur layang (elevated track) pada salah satu stasiun di Indonesia / ANTARA FOTO-Indrianto Eko Suwarso
Kereta melintas di jalur layang (elevated track) pada salah satu stasiun di Indonesia / ANTARA FOTO-Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com, MAKASSAR - Silang pandangan antara Pemerintah Kota Makassar dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan perihal konsep pembangunan rel kereta api yang melintasi kota ini kian membuncah. Usulan Pemkot Makassar agar konstruksi rel kereta api yang melintas di wilayah administratif Makassar dibangun melayang (elevated track), ditolak Pemprov Sulawesi Selatan.

Padahal menurut Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto, konsep elevated road menjadi opsi yang paling sesuai dengan kondisi perkotaan serta adaptif dengan perencanaan tata ruang Kota Makassar. Konstruksi rel konvensional atau at grade (permukaan tanah) hanya akan berpotensi memicu persoalan sosial ekonomi, transportasi hingga dampak ekologis yang kompleks.

Danny Pomanto, sapaan akrab Wali Kota Makassar, juga mengungkapkan kekhawatirannya lantaran konsep konstruksi at grade yang melintasi beberapa titik di Makassar tidak memiliki kajian komprehensif mulai dari studi kelayakan hingga analisis dampak lingkungan. “Analisis maupun feasibility study-nya jangan harus menyeluruh, jangan hanya terfokus pada titik pembangunan rel at grade-nya. Karena itu nantinya memiliki dampak berganda ke wilayah sekitarnya. Kondisi ini yang tidak diperhitungkan oleh balai kereta api dan Pemprov Sulsel,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat (12/8/2022).

Dia menguraikan, konsep at grade memiliki serangkaian dampak berganda yang bersifat berkelanjutan jika tetap dipaksakan di Kota Makassar, mulai dari dampak sosial dari pembebasan lahan hingga pada potensi kerugian lingkungan seperti pemicu banjir. Danny lantas mencontohkan proyek pembangunan rel di Kabupaten Barru, yang justru disinyalir ikut memicu terjadinya banjir lantaran titik konstruksi rel yang terbangun di daerah resapan maupun aliran air.

“Jangan sampai kondisi seperti di Barru juga terjadi di Makassar. Itu yang mesti harus dikaji lebih dalam lagi jika konsep serupa ingin di diterapkan di Makassar. Karena bisa saja, kajian mereka bilang titik rel aman dari banjir, tetapi bagaimana sekitarnya?. Hal ini seharusnya juga ada pelibatan pemda yang wilayahnya dilintasi rel, karena penting untuk kajian dampak lingkungan,” urai Danny Pomanto.

Sebelumnya, Balai Pengelola Kereta Api Sulsel bersama dengan Pemprov Sulsel sudah menerbitkan SK Penetapan Lokasi (Penlok) pembangunan rel kereta api Makassar-Maros. Pada surat keputusan itu, Pemprov memberikan persetujuan untuk pembangunan rel Makassar-Maros dengan konstruksi at grade termasuk yang melintasi Makassar. 

Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman Dan Pertanahan (Perkimtan) Sulsel Iqbal Suhaeb beralasan bahwa rel kereta at grade sudah melalui feasibility study pada wilayah yang dilalui rel kereta api di wilayah Makassar. “Hasilnya itu bahwa hingga 50 tahun, itu tidak akan banjir. Itu sudah dianalisis dengan konsep debet hujan yang paling tinggi yang pernah ada di Makassar,” ujarnya.

Sejak awal Pemprov Sulsel juga dikatakannya telah melakukan persuratan kepada Kementerian Perhubungan RI, melalui Balai Pengelola Kereta Api Sulsel guna meminta kepada pusat untuk melihat dan menganalisis dampak banjirnya.

Kendati begitu, Iqbal mengaku jika kekhawatiran Pemkot Makassar sama yang dialami Pemprov Sulsel. Tapi setelah mendapatkan hasil kajian dari BPKA, bahwa di lokasi yang akan dibangun rel secara at grade bebas banjir hingga 50 tahun ke depan, maka Pemprov Sulsel meyakini dan mendukung penuh proyek strategis nasional (PSN) tersebut.

Iqbal juga memperlihatkan surat berupa penjelasan teknis debit air dan lain sebagainya di lokasi pembangunan rel at grade di Makassar.

Dalam surat tersebut dengan nomor KA.604/4/8/BPKA-SS/2022 ditandatangani oleh Andi Ammana Gappa selaku Kepala BPKA Sulsel. Secara kesimpulan, BPKA menyebutkan; Berdasarkan hasil survei dan analisis data hidrologi dan hidrolika tersebut, maka desain pembangunan jalur kereta api dari Mandai (Maros) sampai dengan Parangloe (Makassar) dan perencanaan saluran melintang berupa box culvert untuk melepaskan debit air telah memperhitungkan tinggi muka air banjir maksimum dan aman terhadap banjir dengan periode Q.50 tahun.

“Termasuk data dukung berupa Laporan Survey Hidrologi dan Hidrolika serta Executive Summary DED Intermoda KA ke Pelabuhan Garongkong dan Makassar New Port,” ujar Iqbal membacakan surat “jaminan bebas banjir” tersebut.

Pandangan berbeda dilontarkan oleh Ketua DPW Inkalindo Sulsel Haris Djalante yang menilai rel at grade memiliki potensi pemicu banjir karena berbentuk gundukan yang dapat menghambat aliran air dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Hal tersebut, dikhawatirkan justru memperbesar potensi terjadinya banjir di Kota Makassar, yang selama ini kerap menjadi atensi bidang lingkungan.

Menurut dia, konsep elevated track untuk kereta api Makassar akan lebih ramah terhadap lingkungan secara inklusif, baik di titik pembangunan maupun wilayah sekitar pembangunan rel.

"Jika desainnya rel elevated potensinya kecil terjadi banjir, karena hanya di spot-spot (tiang) terjadi pembendungan. Kalau sebidang potensinya besar, seperti membuat bendungan di dudukan rel, menghalangi air mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah, harus dilihat lagi kontur tanah yang dilewati," ujar Haris.

Selain relatif lebih aman dari potensi bencana banjir, pembebasan lahan untuk rel elevated juga lebih kecil dibandingkan rel at grade. Hal ini disebabkan biaya ganti rugi lahan hanya per segmen atau cukup tiangnya saja.

"Seperti contohnya kalau di PLN, cukup di lintasannya yang diberi kompensasi, tidak ada pembebasan lahan sepenuhnya, kita harus tinjau lagi feasibility study proyek ini," imbuh Haris.

Dia menambahkan, rel elevated jika dihitung nilai investasi pembangunan konstruksi rel memang lebih besar di awal pembangunan, namun jika dikonversi dengan dampak gangguan lingkungan, besar biaya pembebasan, dan keamanan masyarakat pengguna jalan lainnya, rel elevated lebih besar manfaatnya. 

Jika dipaksakan untuk rel at grade, pemerintah pusat lebih memilih pendekatan menekan biaya (cost) dari desain rel menggunakan konsep sebidang, dibandingkan pendekatan dampak gangguan lingkungan atas keberadaan rel kereta.

"Saya melihat Pak Danny bukan menolak proyek rel ini, tapi dia ingin melindungi warganya, selain ancaman banjir, juga potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas yang kerap terjadi di perlintasan simpangan sebidang yang biasanya diberi palang penghalang," tutup Haris.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper