Bisnis.com, MANADO - Sejumlah faktor global menahan laju pertumbuhan ekspor nonmigas Provinsi Sulawesi Utara yang dilaporkan turun 21,23 persen secara tahunan pada 2019.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Senin (3/2/2020), nilai ekspor nonmigas Bumi Nyiur Melambai senilai US$57,97 juta pada Desember 2019. Sementara itu, nilai impor tercatat US$33,41 juta.
BPS Provinsi Sulut mencatat komoditas ekspor nonmigas dengan nilai terbesar ditempati oleh lemak dan minyak hewan atau nabati senilai US$23,04 juta. Realisasi itu setara dengan 39,75 persen dari total ekspor.
Adapun, negara tujuan terbesar ekspor nonmigas Sulut pada periode Desember 2019 yakni Amrika Serikat. Pengapalan dari Bumi Nyiur Melambai ke Negeri Paman Sam tercatat senilai US$12,91 juta atau 22,27 persen dari total ekspor.
Secara kumulatif, Sulut merealisasikan total nilai ekspor nonmigas US$767,27 juta pada Januari 2019—Desember 2019. Pencapaian itu turun 21,23 persen dibandingkan dengan realisasi US$974,06 juta pada Januari 2018—Desember 2018.
Data BPS Provinsi Sulut menunjukkan koreksi cukup dalam dialami oleh kinerja ekspor komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati. Realisasi nilai ekspor komoditas itu turun 41,20 persen secara tahunan pada 2019.
Padahal, komoditas lemak dan minyak hewan atau nabati memiliki peran paling besar terhadap total nilai ekspor nonmigas Sulut periode 2019. Tercatat, golongan barang HS 15 itu berkontribusi sebesar 43,71 persen.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulut Darwin Muksin menjelaskan bahwa terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi untuk kinerja ekspor dan impor Bumi Nyiur Melambai. Salah satunya regulasi yang diterapkan oleh mitra dagang berupa persyaratan kualitas dan tarif masuk.
Kondisi itu, lanjut dia, membuat sejumlah eksportir terkendala dalam memenuhi mutu dan standar yang terapkan. Selain itu, adanya subsitusi untuk sejumlah produk andalan Sulut seperti minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO).
Di sisi lain, Darwin menyebut adanya penurunan harga komoditas di pasar internasional. Hal itu berdampak terhadap realisasi nilai ekspor yang dikantongi oleh Bumi Nyiur Melambai.
“Penurunan harga komoditas di pasar internasional yang mengurangi nilai pendapatan ekspor di mana volume ekspornya tidak menurun bahkan naik,” jelasnya saat ditemui, Senin (3/2/2020).
Selanjutnya, dia menyebut perang dagang antara Amerika Serikat dan China juga berimbas terhadap kinerja perdagangan. Dampak itu menurutnya dirasakan oleh Indonesia dan tidak terkecuali Sulut.