Bisnis.com, MANADO - Jaringan listrik wilayah Sulawesi Utara - Gorontalo mengalami pemadaman total pada Selasa (10/10/2017) pekan lalu selama kurang lebih enam jam.
Investigasi yang dilakukan oleh PLN Wilayah Suluttenggo mengindikasikan bahwa petir telah menyambar jaringan 150 kV pada jalur antara Gardu Induk Lopana - Teling yang menimbulkan kekosongan daya.
Kebetulan beban listrik pada saat kejadian itu mencapai kurang lebih 260 MW di jaringan 150 kV kemudian berpindah di jaringan 70 kV. Lantaran jaringan 70 kv tidak kuat, trafo penghubung Interbase Trafo (IBT) 60 MVA yang berada di Tomohon mengalami overload.
Andi Imran Karim, Manajer Transmisi dan Distribusi PLN Wilayah Suluttenggo menjelaskan setelah terjadi black out maka sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dilakukan black start atau pengisian awal daya yang kosong. Hal ini tidak mudah karena dari sejumlah pembangkit tidak bisa langsung begitu saja dimasuki semua beban.
Yang bisa dilakukan PLN adalah memasukkan beban secara bertahap. Dimulai oleh tiga pembangkit yakni PLTD Bitung, PLTA Tanggari dan PLTA Tonsea Lama. Ketiganya berperan sebagai pembangkit awal sistem jaringan Sulut-Go karena bisa memproduksi listrik lebih cepat.
"Lima belas menit semua siap, makanya Bitung nyala lebih awal," kata Andi.
Pembangkit awal tersebut, lanjut Andi, kemudian juga sebagai pemancing pasokan daya pembangkit lain seperti PLTG Lahendong sampai dengan pembangkit berkapasitas besar yakni LMVPP Zeynep Sultan di Amurang.
Pembangkit tenaga panas bumi Lahendong butuh waktu 2-3 jam untuk memasukkan beban. Begitu juga dengan LMVPP dengan kapasitas hingga 120 MW butuh waktu kurang lebih 1,5 jam untuk dibebani sehingga butuh waktu untuk mengembalikan daya listrik yang telah kosong.
Di kalangan masyarakat Manado dan sekitarnya pasti mengeluh dengan lamanya pemadaman listrik tersebut. Apalagi listrik rumah tangga yang tidak memiliki genset dipastikan "puasa" listrik cukup lama.
Tetapi yang perlu diketahui adalah, PLN tidak diam ketika terjadi pemadaman total. Jaringan listrik ibaratnya selang air yang kosong ketika terjadi black out, sehingga perlu waktu untuk mengisi dan menyalurkan secara penuh.
Dijelaskan Andi, pembangkit listrik tidak bisa memproduksi listrik 260 MW dalam waktu seketika. Pasalnya, frekuensi mesin pembangkit harus dijaga pada 49,5 Hz - 51,7 Hz. Generator tidak boleh berputar terlalu berat atau terlalu ringan agar tidak kehilangan daya.
Alhasil rangkaian proses pengisian daya sistem jaringan Sulut-Go ini memakan waktu hingga enam jam yakni pemadaman mulai pukul 12.16 WITA dan sistem kembali normal pada 18.48 WITA.
Dari catatan PLN, penanganan black out kali ini lebih baik dibandingkan kasus black out sebelumnya yang membutuhkan waktu hingga 8 jam bahkan pernah sampai 24 jam. Hal ini didukung oleh peralatan yang semakin baik.
"Pengalaman black out Mei [2017] itu lebih dari 8 jam, ini kita bisa nyalakan seluruh ya enam jam bahkan di beberapa tempat kita prioritaskan dua jam menyala," papar Andi.
MX Wahyu Catur Prasetyo, Manajer Area Pengatur Distribusi PLN Suluttenggo menambahkan penormalan sistem lebih cepat dibandingkan sebelumnya karena gardu induk sudah bisa dipantau jarak jauh menggunakan peralatan Scada.
Monitoring, penyambungan dan pemutusan arus bisa dilakukan secara real time sehingga ketika terjadi gangguan bisa segera ditindaklanjuti. Dalam aplikasi tersebut juga tersaji data seluruh gardu induk maupun gardu hubung dalam sistem jaringan Sulut-Go.
"Kami sudah pasang semua di 20 gardu induk, kemudian 110 gardu yang kecil-kecil. Hingga saat ini sudah 70% terpasang scada," kata Wahyu.