Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menilai opsi divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) yang paling realistis adalah dengan menyerahkan sebagian kepemilikan untuk swasta atau lewat pasar modal.
Dia menilai pemerintah pusat dan daerah hanya membeli saham Freeport dengan limit tertentu, sehingga opsi menyerahkan sebagian saham ke pasar modal sangat terbuka.
"Sebagian kita harus go public itu baru kita ada uang. Kalau enggak bayangkan ya, dia itu kan minta perpanjangan karena ada investasi yang cukup besar, mulai dengan smelter dan eksplorasi di bawah tanah untuk emas," katanya, di Kantor Wakil Presiden, Rabu (30/8/2017).
Dengan perkiraan valuasi saham PTFI yang tinggi, dia memprediksi pemerintah pusat hanya mampu menambah kepemilikan sebesar 10% dari kepemilikan saat ini 9%. Ditambah dengan pemerintah daerah, maka total pemerintah menguasai saham Freeport diperkirakan mencapai maksimal 25%.
"Pokoknya kita setuju 51% saham sebagian itu boleh go public. Realistisnya harus go public, kerena kita enggak punya uang," jelasnya
Saat ini, dia mengatakan kedua belah pihak sedang menghitung nilai saham PTFI. Adapun, menurutnya divestasi akan dilakukan secara bertahap, tidak bisa langsung terlihat pada tahun ini.
Setelah melalui serangkaian perundingan, pemerintah dan PTFI telah mencapai kesepakatan final yang mencakup berubahnya status Freeport dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selain itu, divestasi saham 51% untuk kepemilikan nasional, pembangunan smelter selama 5 tahun, stabilitas penerimaan negara dan perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041 apabila PTFI memenuhi semua ketentuan di atas.