Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Salah Informasi, Industri Hasil Tembakau Kian Terpuruk

Penyampaian informasi yang keliru tentang industri hasil tembakau dapat menciptakan kegaduhan yang tidak perlu di kalangan para pemangku kepentingan terkait.
ilustrasi
ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Penyampaian informasi yang keliru tentang industri hasil tembakau dapat menciptakan kegaduhan yang tidak perlu di kalangan para pemangku kepentingan terkait.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto menyikapi komentar pihak-pihak yang mengatakan bahwa kenaikan cukai tidak berdampak pada tenaga kerja serta petani tembakau dan cengkeh.

Untuk itu, ia meminta informasi industri hasil tembakau disampaikan secara akurat.

"Ketika industri tertekan, otomatis seluruh mata rantai dari hulu sampai hilir akan menjadi korban, termasuk tenaga kerja,” kata Sudarto dalam keterangan yang diterima Bisnis.com, Rabu (2/8/2017).

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigeret Indonesia (MPS-I) Djoko Wahyudi mengatakan hal senada. Menurutnya, data dan fakta di lapangan sering diinformasikan salah.

“Saya sudah menulis surat kepada Menteri Keuangan, supaya lebih memperhatikan para pelaku industri hasil tembakau, khususnya yang memproduksi sigaret kretek tangan. Karena sekarang kami lebih sering didiskreditkan, padahal mereka tidak melihat dan paham akan efek yang ditimbulkan jika kami tutup,” katanya.

Djoko kemudian memaparkan situasi industri hasil tembakau sudah memiliki beban yang cukup besar seperti cukai dan penurunan produksi sebesar 2% pada 2016.

“Penurunan ini sebenarnya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu. Jumlah pabrik rokok pada 2006 sebanyak 4.669 dan saat ini tinggal 754 pabrik. Kalau kami tidak dapat bertahan, pegawai kami yang tingkat pendidikannya rendah juga akan terkena imbasnya,” jelasnya.

Untuk tahun 2017, Kementerian Keuangan memprediksi akan terjadi penurunan produksi rokok lagi sampai dengan 2,3% atau lebih besar daripada penurunan 2016.

“Ini harus jadi perhatian khusus, pemerintah seharusnya tidak menaikkan target cukai lagi, untuk target 2016 saja tidak tercapai,” katanya.

Djoko meminta pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai 2018 sampai industri pulih dari penurunan produksi. Ia juga meminta meminta agar diterapkan pengenaan tarif cukai yang lebih adil, yaitu memastikan tidak adanya tarif cukai Sigaret Kretek Mesin yang lebih rendah daripada tarif cukai SKT.

"Hal ini sangat penting mengingat tingginya serapan tenaga kerja di segmen SKT, dimana 7.000 pelinting dapat digantikan oleh satu mesin saja,” ujarnya.

Sementara itu, Sudarto yang mewakili kalangan buruh mengatakan, beban yang berlebihan juga memberikan dampak langsung kepada pekerja yakni kesejahteraan buruh bahkan sampai PHK buruh rokok.

Saat ini, kata Sudarto, anggota FSP RTMM berjumlah sekitar 340 ribu orang. Sepanjang 2010-2016, jumlah anggotanya berkurang sebanyak 32.729 orang akibat PHK.

“Itu baru anggota FSP RTMM yang tercatat di data kami, kalau di luar itu lebih banyak,” katanya.

Buruh yang menjadi korban, kata Sudarto, biasanya mereka yang berpendidikan SD dan SMP yang tentunya kesulitan untuk mencari pekerjaan lagi. Untuk itu, ia meminta pemerintah sangat memperhatikan aspek-aspek lain yang bisa menggerus industri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Writer
Editor : News Editor

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper