Bisnis.com, MAKASSAR - Perubahan status kripto dari komoditas menjadi aset digital serta peralihan pengaturan dan pengawasannya dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa keuangan (OJK) pada awal tahun ini menjadi babak baru dalam perkembangan aset keuangan digital di Indonesia.
OJK memandang pemahaman hingga peningkatan literasi masyarakat tentang inovasi teknologi di sektor keuangan seperti blockchain dan aset kripto kini menjadi penting, tak terkecuali di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kepala OJK Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Darwisman mengatakan pihaknya kini fokus mengedukasi kalangan muda, utamanya generasi Z.
Pasalnya saat ini Sulsel memiliki jumlah penduduk lebih dari 9,46 juta jiwa, dengan populasi usia produktif sangat besar yang didominasi oleh generasi milenial serta gen Z.
Hal ini bisa menjadi potensi sekaligus tantangan dalam meningkatkan literasi keuangan utamanya menyoal kripto.
Generasi muda dianggap cenderung lebih terbuka terhadap inovasi teknologi, termasuk penggunaan aset digital. Namun di sisi lain, mereka juga rentan terhadap risiko.
Baca Juga
Maka dari itu penting bagi regulator keuangan untuk melakukan peningkatan pemahaman tentang risiko penggunaan layanan keuangan digital untuk menghindari jebakan keuangan yang tidak sehat.
"Di tengah teknologi digital yang terus berkembang pesat, akses ke layanan keuangan juga semakin luas. Sementara indeks literasi keuangan digital di Indonesia saat ini masih perlu ditingkatkan. Makanya OJK berkomitmen untuk terus mendorong peningkatan literasi keuangan digital, utamanya di Sulsel," papar Darwisman melalui keterangan resmi, Senin (17/2/2025).
Adapun investasi di kripto sendiri memiliki beberapa risiko, di antaranya volatilitas atau harga yang bisa naik atau turun secara mendadak, rentan terhadap peretasan, sentimen pasar yang memengaruhi harga, risiko likuiditas, investasi bodong, risiko pelanggaran regulasi, kehilangan akses, hingga risiko pencurian.
Sementara belum lama ini OJK menyebut nilai transaksi aset kripto di Indonesia telah mencapai Rp556,63 trilun sepanjang Januari-November 2024.
Mengacu data Bappebti, nilai tersebut meningkat 356,16% dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Selain itu, pada 2024 jumlah pelanggan terdaftar mencapai 22,1 juta. Nilai tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah pelanggan sebesar 33,4% dibandingkan tahun sebelumnya.