Bisnis.om, MAKASSAR — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengonfirmasi telah menemukan 12.280 kasus tuberkulosis (TB) atau TBC pada rentang Januari - Mei 2024 di wilayahnya. Jumlah tersebut baru mencakup 34,2% dari capaian skrining yang dilakukan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulsel Muhammad Yusri Yunus memprediksi jumlah kasus di wilayahnya masih akan terus bertambah seiring upaya pemerintah melakukan deteksi hingga memenuhi target skrining sebesar 90% pada tahun ini.
"Di Sulsel baru 34,2% dari target yang ditetapkan sebesar 90% penderita yang terdeteksi. Makanya kita akan terus melakukan skrining dalam mencegah penyebarluasan kasus. Bagi penderita yang sudah terdeteksi kami terus melakukan penanganan berupa pengobatan," ungkapnya pada kegiatan diseminasi Lapor TBC di Makassar, Senin (10/6/2024).
Penanggung Jawab Program TB Dinkes Sulsel Andi Julia Junus menambahkan, tahun ini pihaknya menggunakan teknologi X-ray untuk melakukan skrining TBC di dua kabupaten yakni Gowa dan Bone, setelah tahun lalu teknologi serupa diterapkan di Makassar.
Skrining dilakukan di tiga puskesmas Kabupaten Bone dengan target 150 orang di setiap puskesmas, sehingga dalam sehari ditargetkan bisa memeriksa hingga 450 orang. Kondisi yang sama juga akan dilakukan di Kabupaten Gowa.
"Alasan pemilihan dua kabupaten ini pada tahun ini karena banyak ditemukan kasus TBC di sana. Pasa 2023, kasus TBC di Bone mencapai 1.592 kasus dengan persentase skrining 58,96%. Sedangkan di Gowa ada sebanyak 1.899 kasus dengan presentase 31,88%," paparnya.
Baca Juga
Sementara Ketua Yayasan Kareba Baji Sulsel Chandra Mustamin mengatakan, sebanyak 672 aduan dari masyarakat telah diterima melalui kanal Lapor TBC sejak Oktober 2022 sampai Februari 2024. Aduan didominasi konseling bagi pasien sebanyak 68%, keluhan enabler 13%, stigma dan diskriminasi 11%, serta akses layanan 8%.
"Stigma dan diskriminasi pasien TB atau TBC kebanyakan terjadi di masyarakat, komunitas dan sekolah sebesar 38%; kemudian 34% di tempat kerja; keluarga 15%; dan sisanya stigma diri sendiri hingga fasilitas kesehatan," tuturnya.