Bisnis.com, MAKASSAR - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah bersama 13 tokoh di Sulsel dijadwalkan menjalani vaksinasi COVID-19 yang pertama di provinsi itu pada 14 Januari 2021.
Sebelum melakukan vaksinasi, sejumlah persiapan telah dilakukan oleh Nurdin Abdullah, seperti tes usap untuk memastikan dirinya dalam kondisi negatif corona sebagai persyaratan untuk suntik vaksin COVID-19.
“Saya tes usap sebagai persyaratan untuk suntik vaksin. Saya siap jadi orang pertama untuk divaksin COVID-19,” kata Nurdin Abdullah di Makassar, Selasa (12/1/2021).
Juru Bicara Gubernur Sulsel Veronica Moniaga juga membeberkan bahwa tes usap telah dilakukan oleh Gubernur Sulsel sebagai syarat untuk menerima vaksin Sinovac pada waktu yang ditentukan.
"Pak Gubernur sudah melakukan tes usap di urmah jabatan untuk persiapan penerimaan vaksin," ujarnya.
Sementara itu, Otoritas Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19) Sulawesi Selatan merilis daftar penerima vaksin COVID-19 secara perdana.
Selain Gubernur Sulsel, ada 13 orang lainnya yang akan menerima vaksin termasuk Wakil Gubernur Sulsel, Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari, Jajaran Forkopimda dan jajaran unsur pemuda.
“Kami mendapatkan informasi ini waktu sosialisasi vaksin oleh Tim COVID-19 Sulawesi Selatan,” kata Imran Eka Saputra, Ketua MPI KNPI Sulsel.
Provinsi Sulsel mendapat jatah sebanyak 66.640 dosis vaksin COVID-19 dari pusat. Sementara dari puluhan ribu vaksin itu, jatah di tiap kabupaten/kota akan berbeda. Ini disesuaikan banyaknya tenaga kesehatan yang jadi sasaran prioritas vaksinasi di tiap daerah.
Berikut daftar penerima vaksin pertama di Sulsel:
1. Gubernur Sulse, Prof HM Nurdin Abdullah
2.Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman
3. Pangdam VII Hasanuddin Mayjen Andi Sumangerukka
4.Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyam
5.Kepala Dinkes Sulsel Ichsan Mustari
6.Ketua DPRD Sulsel Andi Ina Kartika Sari
7.Pengurus MUI Sulsel Andi Wahid Haddade
8.Ketua PPNI Sulsel Abdul Rakhmat
9.Wakil Sekretaris PKK Sulsel Aisyah Ahmad
10.Bendahara Persakmi Eha Sumatri
11.Ketua Persatuan Apoteker Indonesia Sulsel Prof Gemini Alam
12.Ketua KNPI Sulsel Nur Kanita Maruddani
13.Majelis Pemuda Indonesia KNPI Sulsel Imran Eka Saputra
14.Wakil Sekretaris Persatuan Dokter Gigi Indonesia Sulawesi Selatan, Ardiansyah Pawinru.
BPOM Beri Izin Vaksin Sinovac, Efek Sampingnya
Badan Pengawasa Obat dan Makanan (BPOM) resmi memberikan izin Persetujuan Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) vaksin CoronaVac. Vaksin ini dinilai aman dengan kejadian efek samping bersifat ringan hingga sedang.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengatakan Indonesia telah memasuki bulan ke-10 kondisi kedaruratan pandemi Covid-19 yang ditetapkan pemerintah pada April 2020 melalui Keputusan Presiden Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.
Berbagai upaya pemerintah telah dan akan terus dilakukan untuk percepatan penanganan pandemi Covid-19 ini. Salah satunya adalah program vaksinasi Covid-19. Vaksin diharapkan menjadi penentu dalam mengatasi pandemi Covid-19 ini, dan seluruh negara di dunia sedang melakukan upaya yang sama.
Memperhatikan kondisi kedaruratan dan merespon kebutuhan percepatan penanganan Covid-19, BPOM mengambil kebijakan dengan menerapkan Emergency Use Authorization (EUA) atau persetujuan penggunaan dalam kondisi darurat untuk Vaksin Covid-19. Penerapan EUA ini dilakukan oleh semua otoritas regulatori obat di seluruh dunia untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini.
"Oleh karena itu, pada hari ini, Senin, 11 Januari 2021, BPOM memberikan Persetujuan Penggunaan dalam Kondisi Darurat [Emergency Use Authorization/EUA] untuk vaksin Covid-19 yang pertama kali kepada vaksin CoronaVac, produksi Sinovac Biotech Inc. yang bekerja sama dengan PT Bio Farma,” katanya dalam jumpa media virtual, Senin (11/1/2020).
Secara internasional, kebijakan EUA ini selaras dengan panduan WHO, yang menyebutkan bahwa EUA dapat ditetapkan dengan lima kriteria.
Pertama, telah ditetapkan keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah.
Kedua, terdapat cukup bukti ilmiah terkait dengan aspek keamanan dan khasiat dari obat, termasuk vaksin untuk mencegah, mendiagnosis, atau mengobati penyakit/keadaan serius dan mengancam jiwa berdasarkan data nonklinik, klinik, dan pedoman penatalaksanaan penyakit terkait.
Ketiga, obat termasuk vaksin memiliki mutu yang memenuhi standar yang berlaku serta dan Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Keempat, memiliki kemanfaatan lebih besar dari risiko (risk-benefit analysis) didasarkan pada kajian data non-klinik dan klinik obat untuk indikasi yang diajukan.
Kelima, belum ada alternatif pengobatan/penatalaksanaan yang memadai dan disetujui untuk diagnosa, pencegahan atau pengobatan penyakit penyebab kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat.
Saat ini pemerintah telah melakukan pengadaan vaksin Coronavac produksi Sinovac Biotech dan didaftarkan di Indonesia oleh PT Bio Farma. Dalam pengembangan vaksin ini, uji klinik fase 3 dilakukan di beberapa negara termasuk Indonesia, Brasil dan Turki.
BPOM juga memperhatikan data-data yang telah disampaikan oleh Bio Farma kepada BPOM dan hasil pembahasan yang dilakukan bersama Komite Nasional Penilai Obat dan Para Ahli pada Desember 2020 dan Januari 2021.
EFEK SAMPING
Penny mengatakan bahwa berdasarkan hasil evaluasi data keamanan vaksin Coronavac diperoleh dari studi klinik fase 3 di Indonesia, Turki, dan Brasil yang dipantau sampai 3 bulan setelah penyuntikan dosis yang ke-2, secara keseluruhan menunjukkan vaksin Coronavac aman.
"Hasil evaluasi menunjukkan vaksin Coronavac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam," ujarnya.
Efek samping tersebut, lanjut Penny, bukan merupakan efek samping yang berbahaya dan dapat pulih kembali.
Penny mengungkapkan bahwa Vaksin CoronaVac, telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas), yang dilihat dari mulai uji klinik fase 1 dan 2 di China dengan periode pemantauan sampai 6 bulan.
Pada uji klinik fase 3 di Bandung, data imunogenisitas menunjukkan hasil yang baik. Sampai 3 bulan jumlah subjek yang memiliki antibody masih tinggi yaitu sebesar 99,23 persen.
Selain itu, hasil analisis terhadap efikasi vaksin CoronaVac dari uji klinik di Bandung menunjukkan efikasi vaksin sebesar 65,3 persen, dan berdasarkan laporan dari efikasi vaksin di Turki adalah 91,25 persen, serta di Brasil sebesar 78 persen.
Hasil tersebut telah memenuhi persyaratan WHO dengan minimal efikasi vaksin adalah 50 persen. Efikasi vaksin sebesar 65,3 persen dari hasil uji klinik di Bandung tersebut menunjukkan harapan bahwa vaksin ini mampu untuk menurunkan kejadian penyakit Covid-19 hingga 65,3 persen.
Untuk menjamin mutu vaksin, BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin, yang mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
Salah satunya melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac yaitu fasilitas Sinovac Life-Science di Beijing pada akhir Oktober 2020, untuk memastikan proses pembuatan vaksin memenuhi ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sehingga dapat dipastikan konsistensi mutu dari vaksin tersebut
BPOM melalui Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (P3OMN) juga melakukan pemastian mutu setiap bets yang akan digunakan dengan melakukan pengujian dalam rangka pelulusan bets atau Lot Release.
Berdasarkan data-data tersebut di atas, dan mengacu kepada panduan dari WHO dalam pemberian persetujuan EUA untuk vaksin Covid-19 (Considerations for Evaluation of Covid-19 Vaccines), yaitu memiliki minimal data hasil pemantauan keamanan dan khasiat/efikasi selama 3 bulan pada uji klinik fase 3, dengan efikasi vaksin minimal 50% maka Vaksin CoronaVac ini memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergensi (Emergency Use Authorization).
Pengambilan keputusan didasarkan pada rekomendasi yang diterima oleh Badan POM berupa hasil pembahasan yang dirumuskan dalam rapat pleno dari Anggota Komite Nasional (Komnas) Penilai Obat, Tim Ahli dalam bidang Imunologi, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Ahli Epidemiologi pada tanggal 10 Januari 2021.
Pengambilan keputusan ini dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi yang komprehensif terhadap data dukung dan bukti ilmiah yang menunjang aspek keamanan, khasiat dan mutu dari vaksin.
BPOM senantiasa mengedepankan kehati-hatian, integritas dan independensi, serta tranparansi dalam pengambilan keputusan pemberian EUA ini, dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat.
Sebagai Otoritas Regulatori Obat, BPOM secara rutin juga telah diaudit oleh WHO, dan telah mendapatkan pengakuan sebagai salah satu Otoritas Regulatori Obat yang memiliki tingkat maturitas tinggi (maturity level 3-4).
Pemberian persetujuan EUA ini, diharapkan dapat mendukung upaya Pemerintah dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. "Mari kita dukung program vaksinasi Covid-19, karena keberhasilan penanganan Covid-19 ini merupakan keberhasilan kita bersama sebagai bangsa."