Bisnis.com, MANADO – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. akan berfokus menyelesaikan misi untuk memiliki perusahaan modal ventura dan penghimpunan dana murah pada semester II/2019.
Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo menyatakan, perseroan menyiapkan sekitar Rp450 miliar untuk perusahaan modal ventura. Sempat ditargetkan rampung pada kuartal II/2019, perseroan akan berfokus menyelesaikan hal itu pada semester II/2019.
“Kami di semester II/2019 sepertinya akan lebih fokus ke venture capital karena kami harus inject ke Finaria [Link Aja]. Sejauh ini ada dua rencana, kami mencari venture capital yang kecil dengan plus minusnya atau bikin sendiri, tapi paling tidak semester II ini harus kami realisasikan,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (16/7/2019).
Dia menuturkan, memiliki perusahaan modal ventura menjadi prioritas sesuai dengan keterlibatan BNI dalam mendirikan PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). Perusahan itu adalah pengelola LinkAja, layanan pembayaran elektronik berbasis QR Code yang kini digunakan bank-bank pelat merah.
“Karena kami punya komitmen untuk partisipasi di Finariya kan sejak Juli sampai dengan Desember. Nanti partisipasinya ada tiga terms,” ujarnya.
Selain itu, Anggoro mengemukakan bahwa perseroan akan berfokus menghimpun dana murah pada paruh kedua tahun ini. Persaingan penghimpunan dana sejak tahun lalu, imbuhnya, membuat biaya dana meningkat dan memengaruhi margin bunga bersih.
Dia mengatakan, saat ini komposisi dana murah yang terdiri dari simpanan tabungan dan giro mencapai sekitar 62%. Sampai dengan akhir tahun, perseroan akan berusaha menggenjot komposisi dana murah itu hingga kisaran 64%.
Menurutnya, hingga akhir Semester I/2019 kinerja BNI masih sesuai dengan target, khususnya dalam pertumbuhan penyaluran kredit yang dipatok di kisaran 13%—15%. Namun, dia mengatakan bahwa peningkatan biaya dana cukup memberikan dampak terhadap kinerja perseroan.
“Secara umum masih on track, kan guidance kami loan growth 13%—15% dan itu masih on track. Cuma supaya menjaga NIM [margin bunga bersih], CASA [dana murah] perlu kami jaga, karena CoF [biaya dana] kan naik. Kami lihat sejak Desember ke kuartal I/2019 kan sudah ada kenaikan, nah itu kami coba jaga,” jelasnya.
Dia mengharapkan, ke depan Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga kebijakan, sesuai dengan ekspektasi melonggarnya kebijakan moneter AS pada tahun depan. Hal itu diharapkan dapat membuat persaingan dana sedikit mereda dan melonggarkan likuiditas perbankan.
“Paling tidak kalau buat kami perebutan dana jadi lebih kendur, sehingga cost tidak harus sebesar sekarang. Karena kalau kami lihat pertumbuhan DPK kami yang cukup tinggi pertumbuhannya kemarin adalah deposito ya, karena memang ekspektasinya begitu,” jelasnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia telah memberikan relaksasi dengan melonggarkan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) konvensional dan syariah masing-masing sebesar 50 bps. Namun, menurutnya kebijakan itu belum terlalu memberikan dampak positif.
“Penurunan itu kan 50 bps itu cuma sekitar Rp25 triliun ya nilainya, untuk di pasar tidak terlalu signifikan dampaknya, jadi sebenarnya ekspektasinya bisa lebih dari itu, lebih dari 50 bps,” ucapnya.