Bisnis.com, MAKASSAR -- Secara nasional produksi gula di Indonesia terus mengalami penyusutan. Hal itu berbanding terbalik dengan konsumsi masyarakat yang justru meningkat. Fenomena ini terjadi akibat bahan baku yang kian sulit.
Di Sulsel sendiri, ada tiga pabrik gula yang dikelola PTPN IX. Ketiga pabrik tersebut di antaranya pabrik gula Camming, Arasoe, dan Takalar. Hingga 2019, ketiga pabrik gula tersebut memproduksi gula rerata 30 ribu tin per tahun. Sementara untuk konsumsi mencapai 200 ribu ton.
Padahal gula merupakan salah satu komoditas yang terus didorong untuk memperkuat perekonomian Sulsel. Di mana tak hanya memenuhi kebutuhan masyarakat Sulawesi, tetapi juga di KTI. Sementara, kebutuhan gula di KTI mencapai 600 ribu ton pertahun.
"Potensi untuk menggenjot produksi gula Sulsel sebenarnya masih cukup besar," ungkap Kepala Dinas Perkebunan Sulsel, Andi Parenrengi, Kamis (11/7).
Kata Parenrengi, potensi itu ditunjang dengan area lahan tanam tebu di Sulsel yang masih cukup potensial di beberapa daerah. Seperti Bone, Takalar, Jeneponto dan beberapa daerah lainnya.
Ia menyebut, daerah-daerah potensial yang menjadi sentra itu masih terus didampingi oleh Dinas Perkebunan. Menurutnya, penurunan area perkebunan tebu yang jadi bahan baku merupakan tantangan tantangan tersendiri bagi pihaknya.
Parenrengi mengatakan, agak sulit rasanya jika harus mengharapkan pemerintah. Salah satunya karena persoalan anggaran yang terbatas. Setiap tahun, anggaran milik Dinas Perkebunan sendiri hanya mampu untuk program pendampingan petani.
"Kita masih menunggu kehadiran investor swasta di Sulsel. Ini sudah mendesak. Dana Pemprov paling hanya tersedia ratusan juta untuk pendampingan petani tebu," jelasnya.
Saat ini, Direktorat Jenderal Kementerian Pertanian mencanangkan program BUN500. Yang mana dalam program itu, ada pembagian 500 juta bibit untuk menggenjot produksi perkebunan. Salah satunya komoditas tebu untuk mendorong produksi gula.
"Kita harap Sulsel dapat juga. Meskipun tahun ini, komoditas fokus ke rempah. Tahun depan kita optimis komoditas gula ini juga bisa membaik produksinya," kata Parenrengi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono menjelaskan, langkah penguatan mulai dilakukan di sektor hulu maupun hilir untuk revitalisasi produksi.
Pihaknya sudah mulai dengan revitalisasi pabrik gula. Melalui investasi dan sudah ada yang jalan, seperti di Dompu, Nusa Tenggara Barat dan di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
"Hal ini tentunya diikuti dengan revitalisasi di bagian hulu," kata Kasdi.
Adapun untuk revitalisasi di sektor hulu, Kementan kini tengah mengarahkan fokus pada pengadaan benih unggul dan perluasan lahan di luar Pulau Jawa.
Selain itu, Kementan juga akan memperluas plasma-plasma tebu di luar Pulau Jawa. Tujuan khususnya agar ketersediaan tebu mencukupi kapasitas terpasang dari pabrik-pabrik gula yang ada.
Merujuk pada data Asosiasi Gula Indonesia, luas area tebu selama lima tahun terakhir memang mengalami penurunan. Pada 2014, luas area tebu mencapai 472.676 hektare. Luas lahan itu terus menyusut sampai di angka 427.912 hektare pada 2018.
Sementara untuk program plasma tebu di luar Pulau Jawa, sampai Mei 2019 tercatat telah tersedia 2.000 hektare lahan yang berada di Dompu, Ogan Komering Ilir, Gorontalo, dan Bombana.
Permasalahan ketersediaan bahan baku bagi pabrik gula memang masih menjadi masalah dalam rantai produksi gula.(