Pemanfaatan sistem aplikasi pemantauan harga secara real time dinilai menjadi salah satu instrumen efektif dalam langkah pengendalain inflasi di daerah.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir, penggunaan aplikasi yang memungkinkan diakses melalui perangkat mobile itu bisa mempercepat koordinasi antarstakeholder untuk kemudian mengambil langkah taktis jika terjadi lonjakan komoditas pembentuk inflasi.
Dia mengatakan, penggunaan sistem aplikasi pemantauan tersebut juga merupakan instruksi dari Presiden Jokowi agar pergerakan harga pangan bisa dipantau secara cepat serta memutuskan langkah antisipasi yang efektif.
Adapun salah satu aplikasi yang akan digunakan sebagai acuan adalah Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHati) yang telah diterapkan di Provinsi Jawa Tengah, di mana aplikasi itu bisa diunduh menggunakan gawai untuk memantau perkembangan harga komoditas setiap saat.
Sistem ini mirip dengan cara kerja pemantauan CCTV sehingga harga komoditas bisa cek satu persatu serta memiliki early warning indikator, yang mana perkembangan harga ketika speedometer berwarna merah harga menunjukkan adanya lonjakan harga.
Sebetulnya, sejumlah TPID pada beberapa provinsi telah membuat sistem sejenis tetapi hanya saja belum secanggih SiHati. Salah satu keunggulan aplikasi SiHati adalah keberadaan media dalam aplikasi ini yang memungkinkan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) bisa saling berkomunikasi dan memudahkan mereka memutuskan sesuatu terkait ketersediaan barang cepat.
Penggunaan aplikasi SiHati merupakan bagian strategi pengendalian inflasi dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jateng Pandawa Lima meliputi, pemenuhan ketersediaan pasokan, pembentukan harga yang terjangkau, pendistribusian pasokan aman dan lancar, perluasan akses informasi dan penerapan protokol manajemen lonjakan harga.
Iskandar mengharapkan pemanfaatkan teknologi ini akan dapat membantu mengendalian inflasi di daerah-daerah karena mempercepat pengambilan keputusan. Pihaknya juga menyampaikan akan mendukung aplikasi bagi petani yang memungkinkan mereka bsa memposting hasil produksinya dua minggu sebelum panen.
"Mayoritas penduduk miskin di Indonesia berada di sektor pertanian yang hasil produksinya rentan terpengaruh tingkat inflasi," ungkapnya dalam media gathering dengan 580 orang wartawan dari seluruh Indonesia di Jakarta, awal pekan ini.
Sementara itu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengungkapkan SiHati terus dikembangkan dan sudah masuk generasi ketiga. Menurutnya sistem ini memudahkan produsen atau kalangan peani dan peternak menentukan rencana, menekan terjatuhnya harga panen dari petani dan sebaliknya mengurangi lonjakan ketika terjadi kelangkaan produksi.
Ganjar menyatakan kesiapannya untuk memberikan pendampingan bagi daerah lain apabila mengadopsi aplikasi ini. Lebih lanjut dijelaskan, ide pembuatan SiHati bermula kegelisahannya ingin memantau langsung setiap persoalan distribusi barang-barang pokok yang terhambat atau minim ketersediaan sehingga membuat harga-harga komoditas terutama pangan menjadi tinggi.
Peningkatan harga komoditas tersebut akibat dari masih panjangnya rantai produksi mulai dari produsen, pengepul, supplier utama, distributor, pedagang besar dan pedagang grosir.
“Kami harus mengendalikan inflasi tetap rendah supaya angka kemiskinan turun juga. Jateng saat ini tingkat kemiskinan masih tinggi. Konsumsi pangan mempunyai pasar besar terhadap pengeluaran kelompok masyarakat miskin,” kata dia.
Adapun kekurangan dari aplikasi ini, masih perlu kedisiplinan memasukkan data lapangan dari OPD terkait.
Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi menambahkan tingkat inflasi di Indonesia harus ditekan lagi karena masih terbilang tinggi dibandingkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Menurutnya, inflasi perlu dijaga apabila ingin menaikkan tingkat pendapatan masyarakat. Selain itu, tingkat inflasi penting untuk distabilkan lantaran erat kaitannya dengan produksi barang dan daya beli masyarakat.
“Kami merasa ada empat K untuk mengendalikan inflasi, yakni, ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, serta komunikasi efektif,” jelasnya.
Adapun khusus di Sulawesi Selatan, inovasi seperti pemanfataan aplikasi mobile pemantauan komoditas pembentuk inflasi cenderung masih sangat lemah. Deputi Direktur Bank Indonesia Provinsi Sulsel Aryo Setyoso mengemukakan upaya pengendalian inflasi di Sulsel memang telah berjalan optimal meskipun masih bersifat konvensional dan minim inovasi.
"TPID Sulsel belum optimal jika berkaitan dengan inovasi seperti pemanfaatan teknologi, serta dibutuhkan pula inovasi terkait rantai distribusi komoditas," katanya. Menurut dia, pemanfaatan teknologi bisa lebih mempercepat pengambilan keputusan sehingga lebih mengoptimalkan langkah pengendalian inflasi. Sebagai informasi, target inflasi Sulsel pada tahun ini berada pada level 4 +/- 1%, sedangkan pada tahun depan di level 3,5 +/- 1%.