Bisnis.com, MAKASSAR - Kekhawatiran terjadinya kriminalisasi terhadap pelaksana sektor jasa konstruksi dinilai menjadi salah pemicu laju pembangunan di Tanah Air cenderung tertahan dari sisi realisasi.
Menurut Direktur Eksekutif Center Information Public (CIP) Zulfiadi Muis, pelaku sektor tersebut relatif sangat rentan mendapat ancaman kriminalisasi sehingga kerap berpengaruh pada pelaksanaan proyek pembangunan terutama yang menggunakan skema tender.
Padahal, lanjut dia, jasa konstruksi merupakan sektor berklasifikasi padat karya maupun padat modal yang membutuhkan pola pengawasan konstruktif dan tidak beriorientasi pada penyelesaian secara pidana.
"Aparat penegak hukum memang memiliki kewenangan, tetapi mesti pula menempatkannya secara proporsional. Terutama pada sektor jasa konstruksi, yang membutuhkan jaminan hukum hingga proyek rampung secara keseluruhan," tuturnya di Makassar, Rabu (27/9/2017).
Dengan kondisi tersebut, kata Zulfiadi, seluruh pihak termasuk instansi penegak hukum di Tanah Air mesti memahami secara komprehensif perihal beleid pemerintah UU No.2/2017 tentang Jasa Konstruksi.
Menurut dia, pemahaman yang komprehensif terkait beleid itu menjadi sangat penting sebagai acuan bagi instansi hukum terutama pada sisi pengawasan pelaksanaan proyek konstruksi sehingga bisa menekan potensi terjadinya kriminalisasi.
"UU No.2/2017 mesti dipahami semua kalangan, utamanya stakeholder pengawasan. Ini menjadi payung hukum untuk pelaku penyedia jasa kontruksi agar merasa aman dan tak khawatir lagi dikriminalisasi, agar pembangunan bisa berjalan baik," tegas Zulfiadi.
Adapun UU No.2/2017 adalah pengganti dari UU No.18/1999 tentang jasa konstruksi di Tanah Air yang selanjutnya menjadi acuan dalam pelaksaaan industri konstruksi mencakup perencanaan, pengembangan hingga pengawasan termasuk pula payung hukum bagi pelaksana konstruksi.
Selain itu, tujuan dari UU No.2/2017 itu adalah menghasilkan industri konstruksi yang berkualitas, aman, nyaman dan berkelanjutan hingga mengatur tenaga kerja apabila terkena masalah maka diselesaikan secara perdata.
Sejauh ini, pemerintah tengah menyusun aturan turunan dari UU Jasa Konstruksi tersebut yang diproyeksikan bisa rampung secara keseluruhan pada kuartal IV/2017 lalu diimpelementasikan secara efektif pada awal 2018 mendatang.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib menyatakan bahwa aturan tersebut terdiri atas 3 peraturan pemerintah, 2 peraturan Presiden serta 5 peraturan menteri.
Meski tidak memerinci secara keseluruhan, dia menjelaskan bahwa tiga PP akan mengatur tentang penyelenggaraan, usaha, dan pembinaan.
Sementara itu, untuk perpres antara lain terkait dengan pengadaan usaha dan penyediaan, sedangkan permen yang sedang disiapkan antara lain tentang kelembagaan dan remunerasi bagi pelaksana jasa konstruksi.
"Dalam UU ini juga mengatur mekanisme penyelesaian permasalahan pada pelaksaan kosntruksi, di mana jika ada masalah tidak masuk ke pengadilan, tetapi arbitrase karena basisnya perdata sehingga pelaku jasa konstruksi tak perlu takut," ujar Yasid.
Selain itu, lanjut dia, dalam undang-undang ini juga ditekankan pentingnya sertifikasi bagi tenaga kerja konstruksi.