Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Proyek Ciputra di Makassar Kembali Bermasalah

Proyek Central Poin of Indonesia (CPI) di jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan kembali menuai masalah baru setelah adanya pihak yang mengklaim lahan miliknya menyusul putusan Mahkamah Agung (MA).
Kapal nelayan melintas didekat proyek pembangunan Center Poin of Indonesia (CPI) yang pembangunannya dilaksanakan oleh Ciputra di Makassar, Sulsel./JIBI - Paulus Tandi Bone
Kapal nelayan melintas didekat proyek pembangunan Center Poin of Indonesia (CPI) yang pembangunannya dilaksanakan oleh Ciputra di Makassar, Sulsel./JIBI - Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, MAKASSAR - Proyek Center Poin of Indonesia (CPI) di jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan kembali menuai masalah baru setelah adanya pihak yang mengklaim lahan miliknya menyusul putusan Mahkamah Agung (MA).

Kondisi itu memancing reaksi dewan yang selanjutnya menggelar rapat terkait persoalan tersebut di DPRD Sulsel, Rabu (18/1/2017).

"Berdasarkan informasi dari berita media, ada orang lain bernama Abdul Latief Makka mengkalim lahan seluas 10 hektar di kawasan tanah tumbuh CPI miliknya, sesuai putusan dari MA, makanya kami heran," beber anggota DPRD Sulsel Kadir Halid usai memimpin rapat.

Menurutnya, hal ini akan menjadi masalah baru sebab lahan di CPI sudah dibiayai APBD hingga miliaran rupiah bahkan saat ini dikelola pihak ketiga yakni pengembang Ciputra grup. Selain itu juga dipertanyakan apakah lahan di CPI sudah memiliki sertifikat.

Bahkan, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, pernah menegaskan bahwa lahan CPI yang direklamasi punya sertifikat dan berkekuatan hukum, namun faktanya sampai saat ini belum ada bukti fisik yang ditujukkan.

"Sesuai hasil rapat tadi, Komisi D sepakat meminta sertifikat lahan dan bagian-bagian diperlihatkan, sebab sampai hari ini sertifikat itu dikatakan ada, tapi tidak ada. Kami juga pernah di undang di Rujab terkait keberadaan sertifikat itu, tapi administrasinya belum dilihat."

Pemerintah provinsi diminta segera menanggapi masalah tersebut dan tidak lalai karena menyangkut penganggaran. Bila dibiarkan, anggaran negara yang dikeluarkan untuk membiayai pembangunan akan sia-sia.

Sejauh ini, untuk penganggaran CPI telah digelontorkan kurang lebih Rp300 miliar sejak 2011-2016 dan tahun ini pun ditambah melalui APBD Pokok senilai Rp91 miliar.

"Kami di komisi D telah sepakat dilakukan rapat Banggar dulu, jangan sampai dibangun nantinya bukan Pemrov yang punya lahan tapi milik orang lain, mengingat anggaran yang dipakai cukup banyak dan mengalir terus.

Kami akan memanggil pihak ahli waris dan Pemrov serta BPN untuk menjelaskan masalah ini."

Sebelumnya, ahli waris almarhum Abdul Latief Makka mengkalim lahan seluar 12 hektare di kawasan reklamasi CPI adalah miliknya atas keputusan kasasi dari MA memenangkan gugatannya melawan Pemrov Sulsel.

Adapun lahan reklamasi CPI seluas lebih dari 157 hektare dikelola dua perusahaan besar, yakni PT Yasmin Bumi Asri dan PT Ciputra grup.

Secara terpisah, Kepala Biro Hukum Pemprov Sulsel Syamsu Rizal membantah putusan itu. Dia memastikan Pemprov menang sejak putusan ditingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Kemudian pihak penggugat mengajukan kasasi dan belakangan ditolak MA sesuai hasil rapat permusyawaratan pada 21 April 2016.

Dalam amar putusan, permohonan kasasi almarhum Abdul Latif Makka melalui ahli warisnya ditolak sesuai pada putusan bernomor 94/TUN/2016. Tiga gugatan yang dilayangkan semua ditolak dan Pemprov Sulsel menang mulai dari gugatan perdata di Pengadilan Negeri tingkat pertama.

"Dalam putusannya menolak kasasi dari pemohon kasasi H Abd Latief Makka tersebut. Menghukum pemohon kasasi membayar biaya perkara tingkat kasasi sebesar Rp500 ribu, diputuskan pada Kamis, 21 April 2016. Keputusan ini berkekuatan tetap atau inkrah."

Bahkan, lanjut Syamsu Rizal, putusan MA dengan register no 93/G/2005/PTUN.MKS tertanggal 29 Juli 2016, disebutkan melalui amar putusan dituliskan, menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi H Abd Latief Makka.

Kawasan Reklamasi CPI di wilayah Pantai Losari sebelah barat juga masih menuai protes dari Aliansi Masyarakat Selamatkan Pesisir Sulsel karena diyakini akan mematikan mata pencaharian nelayan.

Meski gugatan perdata di tingkat PTUN Makassar, namun tim hukum aliansi ini kemudian mengajukan banding ke PT TUN dan masih berproses hukum.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : News Editor
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper