Bisnis.com, MAKASSAR — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit di Sulawesi Selatan (Sulsel) per September 2024 telah terealisasi sebesar Rp163,29 triliun, tumbuh 6,9% jika dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp152,75 triliun.
Rasio kredit bermasalahnya masih terjaga di angka 2,91% atau berada di bawah ambang batas 5%. Sementara dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang sebesar Rp133,76 triliun pada periode tersebut, indikator fungsi intermediasi atau LDR mencapai 124,35%.
Kepala OJK Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Darwisman mengatakan, dari total realisasi kredit, lebih dari setengahnya tersalurkan pada sektor produktif atau mencapai Rp89,78 triliun. Angkanya tumbuh 4,35% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan kredit untuk sektor konsumtif sebesar Rp73,51 triliun, tumbuh paling tinggi mencapai 10,19%.
Jika dirinci per sektor ekonomi, perdagangan besar dan eceran mendapatkan porsi kredit paling besar mencapai Rp38,69 triliun per September 2024, atau mencakup 23,69% dari total penyaluran. Kemudian kredit untuk pemilikan peralatan rumah tangga lainnya menjadi yang paling besar kedua mencapai Rp28,78 triliun.
Selain itu tiga sektor lain yang mendapat penyaluran paling besar ada kredit untuk pemilikan rumah tinggal sebesar Rp25,07 triliun; kredit bukan lapangan usaha lainnya sebesar Rp16,19 triliun; dan pertanian, perburuan, dan kehutanan sebesar Rp13,86 triliun.
"Rasio kredit bermasalah untuk sektor produktif di Sulsel tercatat lebih tinggi sebesar 3,95%, sementara dengan pertumbuhan yang lebih tinggi, kredit bermasalah di sektor konsumtif lebih rendah di angka 1,58%. Hal tersebut tentu seiring dengan jumlah penyaluran untuk sektor produktif yang memang lebih tinggi," paparnya kepada wartawan, Senin (18/11/2024).
Baca Juga
Darwisman menambahkan, kredit di provinsi ini paling banyak didistribusikan untuk masyarakat Kota Makassar dengan total mencapai Rp84,87 triliun atau mencakup 53%. Kemudian Kota Palopo sebesar Rp10,75 triliun; Parepare Rp8,41 triliun; Kabupaten Bulukumba Rp5,64 triliun; dan Bone Rp5,56 triliun.
Sementara wilayah yang mencatatkan kredit bermasalah paling tinggi yaitu di Kabupaten Takalar sebesar 9,21%; Barru 3,45%; Kota Makassar 3,42%; Parepare 3,06%; dan Luwu Timur 2,98%.
"Di Takalar ini memang ada beberapa penerima kredit, di antaranya dari pengusaha perikanan yang tidak mendapatkan pendapatan sesuai yang diharapkan karena beberapa faktor, makanya banyak dari mereka yang akhirnya tidak bisa membayar kredit," tuturnya.