Bisnis.com, MAKASSAR - Di balik kesiapan daerah-daerah yang ada di Sulawesi untuk menjadi penopang kebutuhan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sektor pertanian, perikanan, dan peternakan masih dirasa perlu melakukan transformasi.
Jumlah produksi yang selama ini dianggap besar, ternyata masih rentan terkoreksi. Faktor cuaca menjadi salah satu kendala utama. Oleh karena itu pengembangan teknologi yang lebih modern perlu dilakukan agar bisa terus memenuhi permintaan.
Ekonom Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Murtiadi Awaluddin mengatakan jika wilayah Kalimantan sedari dulu memang sudah menjadi salah satu daerah utama distribusi produk-produk pertanian, perikanan, dan peternakan asal Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar). Maka dari itu dengan hadirnya IKN diproyeksi permintaannya akan semakin besar.
Tiga sektor itu merupakan unggulan dua wilayah karena memiliki produksi besar. Namun kendalanya saat ini, teknologi yang digunakan masih sangat konvensional. Sehingga produksi yang dihasilkan pun sangat tergantung dari alam.
Murtiadi mencontohkan, saat terjadi El Nino, produksi pertanian di Sulsel dan Sulbar sangat terkontraksi yang bahkan menyebabkan cadangan pangan di dua wilayah ini berkurang sehingga harus impor.
Kondisi seperti ini sangat rentan jika pemerintah tidak bertindak agresif. Pasalnya dikhawatirkan, bukan hanya tidak bisa menjadi penopang IKN, namun justru tidak bisa memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri.
Baca Juga
"Di Sulsel dan Sulbar, umumnya pertanian masih ditopang sawah tadah hujan. Kalau cuaca normal, hasil panen masih bagus, tapi kita lihat pas El Nino, terjadi penurunan produksi. Ini kendala besar bagi kita saat ingin menjadi penopang kebutuhan IKN," paparnya kepada Bisnis, Selasa (13/8/2024).
Maka dari itu, Murtiadi menyarankan hal utama yang mesti dilakukan pemerintah adalah menghitung secara pasti kebutuhan pangan di daerahnya masing-masing. Sehingga bisa memperkirakan berapa banyak yang bisa didistribusikan ke IKN.
Kemudian mengumpulkan sebanyak-banyaknya cadangan pangan dengan mempertimbangkan cuaca yang ada. Jangan sampai kejadian kekeringan membuat kebutuhan pangan juga menipis.
Selanjutnya adalah meningkatkan teknologi dengan memperbaharui model pertanian yang ada selama ini. Misalnya dengan menggenjot metode pompanisasi maupun pemerian traktor yang memadai kepada para petani.
Hal ini dilakukan supaya ketika musim kering tiba, sawah masih bisa menerima asupan air dan petani bisa melakukan produksi. Jika teknologi dikembangkan, Murtiadi meyakini produksi pertanian di wilayah ini mampu tumbuh berkali-kali lipat.
"Produk kita harus dilipatgandakan supaya bisa masuk ke IKN dengan memperbaharui model pertanian. Di sini kita butuh peran pemerintah melalui ahli teknologi dalam pengembangannya. Karena Sulawesi pasti akan mendapatkan keuntungan besar, pertumbuhan ekonomi juga bisa melejit," paparnya.
Selain itu beberapa hal yang mesti diperhatikan pula adalah pemenuhan pupuk murah untuk petani yang selama ini minim pengadaannya, pestisida, bibit unggul, permodalan untuk produksi, hingga mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian.
Sementara itu dari sisi perikanan, perlu adanya pemenuhan kebutuhan solar bagi para petani. Pasalnya selama ini kelangkaan solar masih kerap terjadi di Sulsel yang membuat nelayan tak bisa melaut. Padahal, potensi produksi perikanan tangkap di wilayah ini cukup besar.
"Juga butuh cold storage yang memadai untuk menjaga kualitas komoditas perikanan. Perikanan hingga peternakan punya potensi sangat besar, cuma butuh tindakan transformasi yang serius dari pemerintah. Saya yakin produksi kita bisa ditingkatkan kalau masalah-masalah ini dipecahkan," tuturnya.