Bisnis.com, MAKASSAR - Tanggal 25 November setiap tahun menjadi hari paling spesial bagi guru di Indonesia lantaran diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Meski spesial, nyatanya peringatan ke 25 tahun ini masih banyak permasalahan timbul di kalangan guru.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim mencatat ada tiga problem yang menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah dan IGI sendiri. Pertama adalah persoalan status guru yang tidak jelas dalam hal ini guru-guru non PNS (honorer), kedua persoalan kualitas guru, dan kesejahteraan guru.
"Banyak guru khususnya non PNS yang masih jauh dari kata sejahtera, bahkan gaji buruh bangunan lebih besar ketimbang mereka," ujar Muhammad Ramli Rahim saat dikonfirmasi Bisnis, Rabu (25/11/2020).
Gaji guru yang dinilai rendah itu dibuktikan dari hasil survei yang dilakukan IGI. Ramli menjelaskan terdapat 94 persen guru di Indonesia memiliki pendapatan di bawah Rp2 juta rupiah dan rata-rata berstatus non PNS.
Bahkan, hasil survei tersebut mengungkap banyak diantara guru-guru itu pendapatannya hanya Rp250 ribu perbulan. Padahal, jenjang pendidikan antara guru dan buruh bangunan jelas sangat jauh.
"Buruh bangunan yang bekerja 25 hari dalam sebulan itu pendapatannya minimal Rp. 2,5 juta perbulan. Mereka mungkin hanya tamat SD atau SMP tetapi pendapatan mereka jauh lebih banyak dibandingkan sarjana, bahkan jenjang pendidikan hingga jenjang S2, tapi statusnya masih honorer," terangnya.
Rendahnya pendapatan guru diakui Ramli karena status yang tidak jelas. Sebab para guru non PNS itu hanya diperbantukan atau dipekerjakan di sekolah dengan kontrak kerjasama yang tidak jelas.
Lanjutnya, Hal ini dikarenakan mayoritas kabupaten/kota di berbagai daerah di Indonesia tidak berani memberikan kontrak meski mereka dipekerjakan. Status ini pun dinilai menjadi masalah besar bagi para guru.
"Status ini sungguh jadi masalah, karena guru-guru yang bisa menerima dana bos itu hanya mereka yang punya ilmu PTK. Syukur-syukur setelah ada pendemi Covid-19 kemudian berubah dan terdaftar di Dapodik. Tapi guru-guru yang tidak terdaftar di Dapodik dan PTK jumlahnya sangat besar di Indonesia dan inilah menjadi masalah besar bagi kita," papar Ramli.
Persoalan kualitas guru juga menjadi perhatian besar bagi IGI. Menurutnya, proses rekrutmen guru dinilai serampangan utamanya bagi non PNS. Namun mereka tetap dipekerjakan sebagai guru dan bertugas dalam kelas menghadapi anal-anak didik. Sementara guru yang memiliki kualitas tinggi dan lantas biaa diterima di tempat lain selain di sekolah akan memilih tidak mengajar di sekolah.
"Jadilah kemudian tertinggal banyak guru-guru kita karena tidak bisa bekerja di mana-mana kemudian jadi guru. Ini jadi masalah serius, karena secara kualitas jauh di bawah standar," pungkasnya.