Bisnis.com, MANADO - Puluhan calon investor telah menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi di kawasan ekonomi khusus Bitung, Sulawesi Utara.
Kawasan ekonomi khusus (KEK) Bitung diusulkan oleh Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey kepada Pemerintah Pusat. Peresmian telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 1 April 2019.
Sebagai pembangun dan pengelola, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut mendirikan dan menunjuk PT Membangun Sulut Hebat pada 2017.
Jefferson R. Lungkang, Presiden Direktur Membangun Sulut Hebat, menjelaskan bahwa sudah ada 45 calon investor yang telah meneken letter of intent (LoI) untuk berinvestasi di KEK Bitung sampai dengan akhir 2019. Dari jumlah itu, tercatat sembilan perusahaan telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dan satu perusahaan memorandum of agreement (MoA).
Jefferson mengungkapkan dari 45 calon investor beberapa di antaranya merupakan perusahaan yang sudah ada atau existing. Artinya, mereka sudah menjalankan bisnis di lokasi sebelum ditetapkanya KEK Bitung melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Akan tetapi, lanjut dia, perusahaan existing tidak serta merta menjadi bagian atau peserta KEK Bitung. Menurutnya, mereka harus tetap mengajukan surat, mempresentasikan bisnis, dan tunduk kepada aturan MSH selaku badan usaha pembangun dan pengelola (BUPP) KEK Bitung.
Jefferson menjelaskan bahwa KEK Bitung memiliki total luas area lahan 534 hektare (ha). Dari jumlah itu, sebanyak 92 ha merupakan tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut).
“Pemprov Sulut sampai saat ini masih memroses sertifikat tanah 92 ha untuk dialihkan kepada MSH selaku badan usaha yang ditunjuk untuk mengelola dan membangun KEK Bitung. Ini yang masih kami tunggu,” jelasnya kepada Bisnis, Jumat (7/2/2020).
Jefferson mengatakan masih menunggu keputusan status tanah milik pemerintah. Hal itu membuat pihaknya belum membuat membuat kerja sama yang mengikat dengan calon investor KEK Bitung.
Dia mengungkapkan proses hibah tanah dari Pemprov Sulut ke MSH memerlukan serangkaian proses. Oleh karena itu, tengah dirancang alternatif ketentuan lain melalui skema sewa atau kerja sama pemanfaatan lahan.
“Jadi, kami sudah serahkan kepada Pemprov Sulut [untuk lahan 92 ha] mau dibuat skema sewa atau kerja sama pemanfaatan lahan. Kami menunggu keputusannya seperti apa,” paparnya.
Jefferson menyebut sebenarnya sudah ada beberapa perusahaan yang siap masuk ke KEK Bitung akhir tahun lalu. Namun, pihaknya masih menahan sampai dengan status penggunaan lahan milik Pemprov Sulut seluas 92 ha telah ditetapkan.
Dari sisi kesiapan infrastruktur, MSH mengklaim telah memiliki pasokan listrik yang memadai dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Kema. Dengan demikian, perseroan tidak perlu lagi menanamkan investasi di sektor itu.
“Kapasitas PLTU Kema sudah cukup besar sehingga bisa memenuhi kebutuhan di KEK Bitung,” jelasnya.
Dia menambahkan MSH juga telah menggandeng Pemerintah Kota Bitung untuk infrastruktur penunjang lainnya. Kerja sama dilakukan untuk penyediaan seperti air bersih dan pengelolaan sampah.
Berdasarkan data Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus, KEK Bitung diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan dan distribusi barang serta penunjang logistik di kawasan timur Indonesia (KTI). Target ini sejalan dengan lokasi Kota Bitung yang strategis dan menjadi pintu gerbang ekonomi ke negara-negara di Asia Pasifik.
KEK Bitung juga diharapkan mendorong hilirisasi dan mendongkrak daya saing sektor perikanan, agro, serta farmasi. Fasilitas itu diharapkan menaik investasi Rp32 triliun hingga 2025.
Adapun, beberapa insentif yang diberikan untuk industri perikanan dan pengolahan kelapa yakni berupa tax holiday dengan pengurangan pajak penghasilan (PPh) sebesar 20%-100% selama 10 tahun hingga 25 tahun untuk investasi lebih dari Rp1 triliun. Selanjutnya, investasi dengan nilai lebih dari Rp500 miliar mendapatkan pengurangan PPh sebesar 20%-100% selama 5 tahun hingga 15 tahun.
Sementara itu, kegiatan industri lainnya seperti logistik dan industri peralatan medis mendapatkan tax allowance di antaranya pengurangan penghasilan netto sebesar 30% dalam 6 tahun dan PPh atas dividen sebesar 10%. Selain itu, diberikan kompensasi kerugian selama 5 tahun—10 tahun.
Sederet insentif lainnya yang akan diberikan antara lain PPh Pasal 22 Impor tidak dipungut, pembebasan bea masuk, penangguhan bea masuk, fasilitas lalu lintas barang, serta PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut. Sejumlah kemudahan yang diberikan yakni perizinan keimigrasian, pertanahan, ketenagakerjaan, dan penanaman modal melalui sistem online single submission (OSS).