Bisnis.com, MANADO— Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara memandang positif pencapaian inflasi Bumi Nyiur Melambai periode 2019 yang masih berada pada rentang sasaran 3,5+-1 persen secara year on year.
Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) mengalami deflasi sebesar 1,88 persen secara month to month pada Desember 2019. Realisasi itu membuat tingkat inflasi tahun kalender dan inflasi tahunan Bumi Nyiur Melambai kembali ke level 3,52 persen secara year to date dan year on year (yoy).
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulut Arbonas Hutabarat menilai pencapaian itu tidak terlepas dari koordinasi antara lembaga dan instansi baik di tingkat Provinsi maupun kota dan kabupaten yang tergabung di dalam tim pengendali inflasi daerah (TPID). Hal itu terutama di dalam pelaksanaan operasi pasar sepanjang Desember 2019.
Operasi pasar sepanjang Desember 2019, lanjut dia, digencarkan untuk mengantisipasi gejolak harga tomat. Pasalnya, komoditas itu menjadi penyumbang inflasi utama di Sulut.
Kendati demikian, Arbonas menyebut operasi pasar merupakan tindakan yang bersifat short term atau jangka pendek. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah antisipatif untuk mencegah gejolak pada kemudian hari.
Dari sisi produksi, dia menyebut reformasi kelembagaan pertanian, pengaturan pola tanam, serta kerja sama antar daerah akan terus digencarkan dari awal tahun.
“Untuk sisi permintaan, efisiensi struktur harga dan pengelolaan ekspektasi masyarakat serta perbaikan pola distribusi juga akan menjadi perhatian kami pada 2020,” ujarnya dalam siaran pers yang dikutip, Jumat (3/2/2020).
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulut mencatat kelompok bahan makanan memberikan andil inflasi sebesar 1,11 persen terhadap inflasi Bumi Nyiur Melambai sepanjang 2019. Komoditas penyumbang inflasi terbesar yakni tomat sayur 0,71 persen yoy, pisang 0,32 persen yoy, cabai rawit 0,17 persen yoy.