Bisnis.com, MANADO—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara (Sulutgomalut) meminta kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan layanan jasa keuangan baik konvensional maupun yang berbasis teknologi.
Kepala OJK Sulutgomalut Slamet Wibowo menerangkan bahwa sampai dengan Mei 2019, regulator menerima sekitar 195 aduan terkait layanan jasa keuangan. Mayoritas pengaduan berasal dari nasabah perbankan dan perusahaan pembiayaan.
“Total pengaduan ada 195 pengaduan, dari Januari—Mei yang kebanyakan dari perbankan sama leasing. Kami tampung itu, kami lihat apakah itu memenuhi syarat-sayrat pengaduan untuk mediasi, kalau berhubungan dengan bank A, kami surati bank yang bersangkutan, kami pertemukan,” jelasnya di Manado, Senin (27/5/2019).
Namun demikian, tidak semua aduan dapat dimediasi oleh OJK. Dia mencontohkan, ada masyarakat yang meminta regulator memfasiltasi keringanan bunga atau sanksi atas keterlambatan pembayaran. Dia mengatakan, OJK tidak mempunyai wewenang untuk memfasilitasi hal itu.
Dia mengatakan jumlah pengaduan tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu. Menurutnya, hal itu justru menandakan bahwa inklusi keuangan masyarakat sudah lebih baik. Selain menggunakan fasilitas dari lembaga keuangan resmi, masyarakat juga sudah tahu cara mengadukan permasalahannya.
“Tidak hanya berarti bahwa masyarakat suka kredit, tapi artinya inklusi keuangan sudah meningkat, masyarakat sudah lebih banyak menggunakan fasilitas pembiayan dari lembaga jasa keuangan yang resmi,” ujarnya.
Di luar pengaduan terhadap perbankan dan perusahaan pembiayaan, OJK juga menemukan sejumlah aduan terkait teknologi finansial atau tekfin. Namun, tidak semua dapat difasilitasi OJK karena beberapa aduan tersebut berkaitan dengan tekfin ilegal.
Slamet menuturkan, tekfin menjadi primadona di masyarakat, khususnya generasi muda karena kemudahan dan kecepatan layanannya dibandingkan perbankan. Tekfin, lanjutnya, berhasil menggaet pasar baru yang selama ini tidak terjangkau perbankan.
Kendati demikian, layanan yang mudah dan cepat itu juga turut membawa risiko. Dibandingkan dengan pinjaman ke bank, bunga yang diberikan oleh tekfin lebih tinggi. Selain itu, data nasabah juga akan terikat dengan perusahaan tersebut.
Dia mengharapkan kepada masyarakat dapat lebih bijak menggunakan layanan pembiayaan tekfin, dengan tidak sembarangan mengajukan kredit. Selain itu, masyarakat diminta hanya mengajukan pembiayaan kepada tekfin yang terdaftar dan diawasi secara resmi oleh OJK.
Slamet menuturkan, OJK bersama Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia sudah menutup ratusan tekfin ilegal. Namun, masih banya tekfin ilegal yang bermunculan kembali karena kemudahan akses internet dan teknologi saat ini.
“Jadi kalau mau mengakses memang harus serius, bukan untuk coba-coba dan harus benar-benar butuh. Karena ujungnya terikat, database dia akan terikat di sana. Kalau memang mengakses fintech harus yang terdaftar dan mendapat izin dari OJK,” ujarnya.