Bisnis.com, MAKASSAR -- Pertumbuhan industri perhotelan di Sulawesi Selatan masih belum menggembirakan sejak memasuki 2019.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel mencatat tingkat hunian atau okupansi hotel di Sulsel pada triwulan I berkisar antara 40-45%.
Ketua PHRI Sulsel, Anggiat Sinaga menyebut hal itu dipicu oleh sejumlah faktor yang membuat masyarakat cenderung malas melakukan aktivitas di hotel, baik itu dalam rangka pekerjaan maupun menghabiskan waktu bersama keluarga.
"Di awal tahun okupansi hotel memang cenderung lambat, sebab kegiatan masih sepi. Secara otomatis itu berdampak pada tingkat hunian," kata Anggiat Sinaga, Senin (22/4).
Selain itu CEO Phinisi Hospitality Indonesia (PHI) ini juga menyesalkan tindakan lamban pemerintah dalam mengatasai kenaikan harga tiket pesawat.
Naiknya harga tiket pesawat dinilai berefek domino terhadap sejumlah sektor lainnya, termasuk industri perhotelan.
Baca Juga
Kondisi itu kata Anggiat, semakin menyempurnakan keterpurukan industri perhotelan di Sulsel. Apalagi, prospek industri perhotelan di Sulsel yakni 60% adalah MICE (meeting, incentives, conference, and exhibition).
"Komposisi konsumen kita 90% berasal dari luar Sulsel," kata Anggiat.
Faktor lain, lanjut Anggiat yakni dipengaruhi dengan tahun politik, di mana pada 2019 ini pesta demokrasi dilakukan secara serentak atas pemilihan presiden dan pemilihan legislatif.
Dia menyebut fokus pemerintah pada pilpres dan pileg memberi dampak tersendiri bagi industri perhotelan.
"Namun, pesta demokrasi kan telah usai. Kami harap pemerintah bisa lebih fokus dalam bekerja utamanya terkait harga tiket yang masih bergejolak," jelas Anggiat.
Karenanya,, Anggiat berharap pemerintah menghadirkan stimulus agar permasalahan tersebut bisa segera teratasi. Dengan begitu ia mengaku optimistis pada semester I kinerja industri perhotelan di Sulsel bisa membaik.
Hal tersebut didukun dengan adanya sejumlah strategi yang dilakukan oleh masing-masing pengelola hotel di Sulsel.