Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahan Makanan jadi Pendorong Utama Deflasi Sulut

Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa kelompok bahan manakanan menjadi pendorong utama deflasi 0,54% pada Februari di Sulawesi Utara.

Bisnis.com, JAKARTA—Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa kelompok bahan makanan menjadi pendorong utama deflasi 0,54% pada Februari di Sulawesi Utara.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo mengatakan bahwa deflasi pada Februari disebabkan oleh kelompok bahan makanan sebesar 1,85% (month to month/mtm) dengan andil sebesar -0,47%.

“Meredanya tekanan harga komoditas penyumbang inflasi Sulut, yakni tomat sayur dan bawang merah, mendorong terjadinya deflasi pada Februari, sejalan dengan meredanya tekanan permintaan, pascaperayaan Natal dan Tahun baru, sementara harga cabai relatif stabil,” jelasnya melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Minggu (3/3/2019).

Turunnya harga-harga komoditas tersebut juga sesuai dengan pemantauan BI terhadap pergerakan harga komoditas trategis Sulut melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS). Selain komoditas tersebut, penurunan juga terjadi pada ikan cakalangn dan tindarung.

“Hal iti seiring dengan memaiknya cuaca yang kondusif bagi nelayan untuk melaut. Dengan hasil tangkapan nelayan tersebut, maka pada Februari Cakalang dan Tindarung turut berperan dalam mendorong deflasi dengan andil masing-masing 0,04% dan 0,04%.”

Selain kelompok tersebut, transpor, komunikasi, dan jasa keuangan juga turut mencatatkan deflasi sebesar -1,82% (mtm) dengan andil sebesar -0,30%. Deflasi pada kelompok tersebut didorong oleh penyesuaian tarif angkutan udara yang sedikit turun dari tarif sebelumnya.

Sementara itu, kelompok sandang tercatat mengalami inflasi sebesar 1,39% (mtm) dengan andil sebesar 0,07%. Inflasi pada keompok tersebut disebabkan oleh eningkatkanya harga baju kaus tanpa kerah yang mencatatkan andil sebesar 0,07%.

Secara umum, lanjutnya, deflasi terjadi di seluruh Provinsi di Pulau Sulawesi, namun secara spesial, deflasi sulut merupakan deflasi terdalam kedua setelah Gorontalo. Dia menjelaskan bahwa secara tahun berjalan, deflasi mencapai 0,54%, sedangkan secara tahunan atau year on year deflasi di kawasan tersebut mencapai 3,31%.

“Inflasi Sulut pada Februari tersebut lebih rendah dari bulan sebelumnya yang tercatat inflasi sebesar 1,09%, maupun data-ratar inflasi Februari dalam 5 tahun terakrhi sebesar 0,09% [mtm/month to month], dan lebih rendah dari inflasi nasional sebesar -0,08% [mtm],” jelasnya.

Sementara itu, inflasi secara tahunan pada Februari tercatat lebih tinggi daripada inflasi pada Februari tahun lalu yang mencapai 1,22%. Inflasi secara tahunan juga tercatat lebih tinggi dari inflasi nasional secara tahunan yang mencapai 2,57%.

Dengan laju inflasi hingga Februari tersebut, Bank Indonesia Sulawesi Utara memeperkirakan laju inflasi pada 2019 akan berada pada rentang 3,1%. Regulator bersama tim pengendali inflasi daerah (TPID) menyatakan akan melakukan beberapa strategi di Sulawesi Utara.

Salah satunya melalui reformasi kelembagaan pertanian untuk menjaga ketersediaan pasokan pangan untuk menjaga inflasi, khususnya pada keompok bahan makanan yang bergejolak di Sulawesi Utara. Selain itu, BI akan menjaga pasokan, mengendalikan ekspektasi masyarakat, dan menjaga keterjangkauan harga.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara Ateng Hartono menjelaskan, deflasi pada Februari terjadi setelah inflasi yang terjadi pada Januari. Hal itu menunjukkan, tingkat inflasi secara umum masih dapat dikendalikan.

“Hal Ini relatif bagus, kalau dibandingkan nasional, Februari relatif bisa dikendalikan. Walaupun demikian, secara tahunan, sapai dengan Februari, inflasi 3,31%, di atas [inflasi] Nasional. Targetnya tahun ini 2,7%, hal ini masih jadi tantangan,” jelasnya di Manado, pekan lalu.

Dia menerangkan, selama 3 tahun terakhir inflasi di Sulawesi Utara pada Februari tahun ini merupakam yang terendah. Sepanjang 2017—2018, inflasi selalu terjadi di kawasan tersebut pada bulan kedua setiap tahunnya.

Ateng menjelaskan, deflasi tersebut didorong oleh penurunan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 1,85%, kelompok pengeluaran transport, komunikasi dan jasa keuangan 1,82%, dan kelompok pengeluaran perumahan, listrik, air, gas, dan bahan bakar 0,05%.

Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terhadap deflasi Sulawesi Utara adalah angkutan udara sebesar 0,302%. Faktor utama pendorong terjadinya hal itu adalah menurunnya harga tiket pesawat.

Meski demikian, dia menjelaskan bahwa beberapa komoditas lain mengalami inflasi, yakni bahan makanan seperti pisang dan nonmakanan seperti baju kaos. Menurutnya, hal itu harus menjadi perhatian pemerintah dan regulator untuk mengendalikan stabilitas harga.

“Ada warning nonmakanan yang inflasi, baju kaos dan rokok yang perlu diperhatikan. Kesimpulannya, dari komoditas itu kalau dikelompokkan menjadi tujuh, maka ada tiga keompok yang menyumbang deflasi,” jelasnya.

Dia menambahkan, inflasi Sulawesi Utara juga menjadi yang terendah ke-5 di seluruh Indonesia. Selain itu, tingkat stabilitas harga di kawasan tersebut juga masih lebih baik daripada stabilitas harga secara nasional yang mengalami inflasi 2,75% pada Februari.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper