Bisnis.com, MAKASSAR - Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan pada kuartal kedua 2018 bakal terpengaruh oleh sejumlah sentimen negatif yang bakal berpotensi menahan laju pertumbuhan dan hanya berada pada batas bawah proyeksi Bank Indonesia.
Adapun sentimen negatif tersebut yang bisa menjadi resiko penahan pertumbuhan ekonomi Sulsel itu meliputi stabilitas politik keamanan yakni momentum Pilkada Serentak 2018, kemudian potensi iklim yang menggeser musim tanam serta potensi tidak beroperasinya infrastruktur sesuai rencana.
Serangkaian hal tersebut menjadi pertimbangan Bank Indonesia mematok batas bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi Sulsel untuk kuartal II atau Q2 ini hanya berada pada level 7% atau lebih rendah dari capaian laju ekonomi Sulsel di kuartal sebelumnya yang mencapai 7,41%.
Kepala BI Perwakilan Bambang Kusmiarso mengemukakan untuk kuartal kedua 2018 ini, bank sentral memprediksi ekonomi Sulsel bertumbuh pada rentang 7% hingga 7,4% untuk batas atas laju pertumbuhannya.
Kendati dibayangi sejumlah resiko penahan pertumbuhan, lanjut dia, perekonomian Sulsel tetap memiliki peluang akselerasi yang bisa didorong oleh sejumlah faktor seperti pergerakan harga komoditas berbasis ekspor hingga penguatan daya beli.
"Apalagi di kuartal II/2018 ada momentum Ramadan dan Idul Fitri yang membuat konsumsi [daya beli] tetap kuat. Kemudian belanja pemerintah diperkirakan terakselerasi, ekspor diperkirakan tetap stabil, meskipun pada sisi investasi diperperkirakan akan ada sedikir perlambatan," katanya, Selasa (22/5/2018).
Baca Juga
Kemudian untuk sentimen yang menjadi resiko penahan pertumbuhan, sejumlah proyek infrastruktur strategis yang tidak beroperasi sesuai perencanaan di kuartal kedua memiliki pengaruh besar terhadap laju perekonomian Susel.
Selanjutnya perhelatan Pilkada Serentak 2018 di Sulsel mulai dari level provinsi (gubernur dan wakil gubernur) serta 12 kabupaten/kota di daerah tersebut bisa menjadi resiko penahan pertumbuhan ekonomi, jika terjadi gesekan antarpihak sehingga mengganggu stabilitas politik dan keamanan domestik.
Faktor lainnya yang bisa menjadi penahan laju pertumbuhan yakni kondisi iklim yang bisa menggeser musim tanam di kuartal kedua, sehingga memberikan andil negatif terhadap perekonomian Sulsel.
Sentimen harga untuk komponen energi yang mendorong penaikan tarif listrik dan BBM diprediksi bakl menjadi penahan laju pertumbuhan ekonomi Sulsel di kuartal II/2018.
Pada sisi lain, upaya pengendalian inflasi dalam kerangka menjaga stabilitas perekonomian Sulsel juga terus diintensifkan bank sentral dengan pelibatan berbagai pihak terkait.
Adapun upaya pengendalian inflasi khusus pada momentum Ramadan dan Lebaran lebih berfokus pada empat aspek yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi dan komunikasi ekspektasi.
Selain itu, lanjut Bambang, pihaknya bersama dengan TPID Sulsel juga berkoordinasi dengan pemuka agama seperti ulama dan pendeta dalam rangka pelibatan pengendalian inflasi.
"Dengan berbagai upaya pengendalian inflasi tersebut, inflasi Sulsel secara keseluruhan 2018 diperkirakan dapat tetap dijaga dalam kisaran yang ditetapkan 3,5% plus minus 1%," katanya.
Pj Gubernur Sulsel, Soni Sumarsono sebelumnya menyatakan stok pangan di Sulsel selama Ramadan masih tetap aman. Bahkan stok pangan tersebut kata dia masih mencukupi hingga Idul Fitri.
"Meski harga barang pokok di pasaran masih tergolong fluktuatif, namun semua masih tetap pada batas wajar," jelas Sumarsono.
Oleh karena itu, peran TPID yang melibatkan berbagi unsur menurut Sumarsono harus berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap ketersediaan stok pangan di Sulsel. Sebab meski dalam keadaan surplus, ketersediaan stok harus tetap dijaga.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk menjaga ketersediaan stok pangan di Sulsel tetap aman yaitu dengan membuat pos pengaduan di kabupaten/kota.
"Jadi, jika terjadi kesulitan dan harga barang pokok di pasaran naik drastis, maka operasi pasar harus dilakukan," jelas Sumarsono.