Senja yang eksotis dalam beberapa pekan terakhir, menggerakkan puluhan orang untuk menangkap gambar matahari terbenam di Losari yang legendaris secara antusias. Mereka datang secara rombongan, atau pun sendiri-sendiri dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum.
Namun, momen keemasan tersebut tidak diambil dari anjungan Pantai Losari sebagaimana biasanya, melainkan di kawasan reklamasi pantai Losari untuk proyek Center Point of Indonesia (CPI). Wilayah tersebut tampaknya menjadi tempat bermain baru yang mulai populer di kalangan masyarakat Makassar.
Kawasan proyek tersebut belakangan dibuka untuk umum, masyarakat dengan leluasa mendatangi tempat yang di dalamnya telah dibangun separuh jalan menuju lokasi reklamasi Losari, termasuk jembatan yang dilengkapi kerangka berbentuk Tongkonan, rumah adat Toraja.
Jembatan tersebut merupakan titik favorit bagi warga Makassar dalam menikmati hingga mengabadikan momen Sunset Losari.
Animo masyarakat mendatangi lokasi baru untuk menikmati senja tersebut bisa jadi sebagai indikator bahwa warga mulai merindukan tempat baru untuk sebagai ruang publik dan ruang terbuka hijau (RTH). Hingga akhir 2014, luas RTH Makassar hanya 7% dari total 147 kilometer persegi luas wilayah, sedangkan standard RTH seharusnya mencapai 20% dari total luas wilayah.
Keterbatasan lahan di Makassar menjadi salah satu kendala pengembangan RTH selama ini. Namun dengan adanya wacana reklamasi CPI, hal tersebut seakan memunculkan alternatif baru. Penambahan lahan baru di kawasan Losari memberikan peluang besar untuk penambahan RTH di Makassar.
Berdasarkan rencana pengembangan CPI, sekitar 50 hektare atau sekitar 40% dari total lahan reklamasi seluas 157 hektare akan dialokasikan untuk membangun taman dan ruang terbuka bagi masyarakat umum. Keberadaan lahan baru tersebut dianggap akan mendekatkan RTH Kota Makassar ke porsi 30%.
Seluruh fasilitas yang dibangun di dalam kawasan CPI tersebut akan dapat diakses oleh seluruh masyarakat tanpa mengeluarkan biaya apapun.
Adanya komitmen dalam mengalokasikan lahan reklamasi untuk kepentingan umum tersebut digadang-gadang sebagai hal yang membedakan antara proyek reklamasi Losari dengan proyek reklamasi di daerah lain yang banyak menuai pro dan kontra dari berbagai pihak.
Di sisi lain, proyek reklamasi Losari diklaim berfungsi untuk menyelamatkan masyarakat pesisir dari abrasi, menangkal banjir rob dan untuk menjaga Losari dari pendangkalan serta untuk menyelematkan tanah dan hak negara dari upaya penyerobotan oleh pihak lain.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo menyebut CPI bakal bertransformasi menjadi kebanggan Makassar dan Sulsel secara umum. Penciptaan landmark baru Kota Makassar dengan berorientasi pada perwujudan manifestasi upaya menjadi kota dunia berbasis kearifan lokal.
Namun dalam perjalanannya, proyek tersebut memantik beragam respon dari masyarakat dan bahkan memicu gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kendati demikian, akhirnya mendapatkan pengakuan dari sisi hukum dan proyek prestisius tersebut tetap berlanjut.
Pada medio Juli 2016 lalu, PTUN Makassar mengkandaskan gugatan Wahana Lingkungan Hidup Sulsel soal penerbitan izin pelaksanaan reklamasi Kawasan Losari Pemerintah Provinsi Sulsel.
Majelis hakim yang diketuai Teddy Romyadi memutuskan tidak dapat menerima gugatan Walhi Sulsel yang secara khusus menyoal SK Gubernur Sulsel No.644/6273/TARKIM/2013 yang memberikan hak pelaksanaan kepada investor untuk melakukan reklamasi di pesisir barat Makasar tersebut.
"Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima serta menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2,6 juta," kata Teddy dalam amar putusan yang dibacakan kala itu.
Terdapat berbagai cacat formil yang melekat dalam gugatan Walhi Sulsel, di mana pengajuan gugatan dilakukan pada Januari 2016 sedangkan pelaksanaan tahapan awal proyek Reklamasi Losari telah dimulai sejak 2013 lalu di tandai dengan penerbitan izin reklamasi oleh Gubernur Sulsel pada tahun yang sama.
Dalam ketentuan yang berlaku, gugatan tersebut dinyatakan menjadi tidak relevan untuk ditindaklanjuti lantaran telah melampau batas waktu atau kadaluarsa.
Sekedar diketahui, penerbitan izin pelaksanaan reklamasi oleh Pemprov Sulsel dalam hal ini Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo dilakukan pada 2013 lalu melalui SK No644/2013 dengan mengacu dan tahapan yang tertuang dalam Permen KP No17/2013 terkait perizinan reklamasi di wilayah pesisir.
Dalam proyek tersebut, pengembang multinasional Ciputra selaku eksekutor pengerjaan reklamasi menjadwalkan penyerahan lahan hasil reklamasi seluas 50,47 ha atau 30% dari total 157,23 ha kepada Pemprov Sulsel pada pada Maret 2018 mendatang.
Adapun investasi yang bakal digelontorkan Ciputra dalam proyek tersebut mencapai Rp2,5 triliun untuk tahap pertama dengan luas pulau reklamasi yang terbentuk mencapai 10,41 hektare.
Reklamasi tahap pertama itu ditargetkan rampung pada Maret 2018 mendatang, di mana dalam pengerjaannya melibatkan Boskalis International, kontraktor asal Belanda, untuk mereklamasi dari sisi laut.
Ciputra juga memberikan tambahan fasilitas yakni pembuatan pantai pasir putih di seberang Anjungan Pantai Losari sepanjang 350 meter yang selanjutnya dilengkapi dengan fasilitas penunjang bagi publik.
Kembali ke PTUN, majelis hakim dalam putusannya mengungkapkan sejumlah fakta persidangan jika proyek reklamasi yang disiapkan untuk proyek Center Point of Indonesia (CPI) itu bukan pemicu kerusakan ekosistem laut di Kawasan Losari.
Bahkan dalam sidang lapangan, papar Teddy dalam amar, lokasi awal proyek CPI merupakan tanah tumbuh seluas 20 hektare dan bukan merupakan area dengan klasifikasi hutan mangrove namun lebih tepat hanya terdapat beberapa pohon mangrove.
"Adapun kerusakan terumbu karang di sekitar lokasi proyek, pencemaran ekosistem laut bukan akibat dari pengerjaan fisik proyek CPI tetapi disebabkan oleh limbah domestik aktivitas rumah tangga, RS, hotel dan usaha lain yang mengalir ke arah Losari."
Sedangkan untuk dampak sosial dari proyek CPI dengan relokasi 44 KK menempati tanah tumbuh Kawasan Losari telah melalui tahapan sesuai dengan aturan, terlebih status tanah yang ditempati adalah tanah milik negara dengan status hak pakai atas nama Pemprov Sulsel.
Serangkaian hal tersebut patutlah dinantikan apakah proyek CPI tersebut mampu bertransformasi menjadi pujaan dan kebanggan baru masyarakat Makassar dan Sulsel, ataukah sekedar menjadi pemuas dahaga RTH di Makassar.