Bisnis.com, MANADO – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kepulauan Sangihe bersama Kementerian Perindustrian memfasilitasi pelatihan bagi para perajin bambu batik di Desa Bowongkulu dan Desa Binala.
Kepala Disperindag Sangihe Feliks Gaghaube mengatakan, pelatihan itu dilakukan selama 5 hari, dimulai sejak Jumat (23/8/2019) hingga Selasa (27/8/2019). Pelatihan ini melibatkan 10 kelompok perajin dari Dewa Bowongkulu dan dua kelompok perajin dari Desa Binala.
“Saya bersyukur Kementerian Perindustrian sangat peduli dengan karya dari daerah kami dengan memberikan pelatihan kepada para perajin, lewat Dirjen IKM,” katanya kepada Bisnis, Selasa (27/8/2019) malam.
Dia menjelaskan, meski berlangsung singkat pelatihan ini disambut dengan antusias tinggi oleh para perajin. Menurutnya, para peserta pelatihan mendapatkan variasi desain produk baru yang dapat dihasilkan dari bambu batik khas Sangihe itu.
“Masyarakat sangat antusias, mereka cuma 5 hari pelatihan tapi sudah mendapatkan banyak variasi desain baru, dampaknya besar sekali untuk para perajin,” ujarnya
Bambu batik merupakan bambu khas dari Sangihe yang memiliki motif dan corak unik. Kerajinan dari bambu batik yang paling umum ditemui di sana adalah furnitur seperti meja dan kursi. Pemasaran produk ini dilakukan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des).
Sekretaris Desa Bowongkulu Ahmad Tahumir mengatakan, di desanya ada sekitar 50 orang perajin yang tergabung dalam beberapa kelompok. Masing-masing perajin memproduksi furnitur dari bambu batik di rumahnya.
Untuk membuat satu kursi dibutuhkan sekitar 10 batang bambu batik yang perbatangnya memakan biaya sekitar Rp30.000. Proses pembuatan satu set kursi memakan waktu hingga 1 pekan. Setalah menjadi kursi, perajin membanderolnya dengan harga sekitar Rp2,5 juta.
Dia mengatakan, kendala yang dihadapi para perajin adalah pemasaran produk bambu batik tersebut. Setalah dipasarkan melalui BUM-Des, perajin bisa menunggu hingga sebulan lebih hingga barangnya laku. Sambil menunggu terjual, para perajin biasanya mengandalkan pekerjaan lain seperti bertani.
“Bisa sampai 1 bulan kalau tidak ada yang beli. Tapi ada pekerjaan lain, paling besar memang dari mengolah bambu ini tapi biasanya kami juga bertani di lahan sendiri, tanam umbi-umbian dan rica,” tuturnya.
Ahmad menuturkan, keterbatasan variasi desain juga menjadi kendala bagi para perajin. Menurutnya, desain yang mereka kuasai saat ini diwariskan secara turun temurun. Dia mengharapkan dengan adanya pelatihan ini dapat mendorong kreativitas para perajin bambu batik.