Bisnis.com, MANADO – Sekretaris Yayasan Penegak Hak-Hak Rakyat (Yaphara) Nixon Ahmad menyatakan dukungannya terkait dengan proses Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) RSUD dr.hj Hasri Ainun Habibie (RS Ainun).
Tapi dia mengatakan perlu adanya kepastian hukum pembayaran setiap tahun karena Avaibility Payment (AP) atau proses pembayaran layanan berlangsung selama 20 tahun. Menurutnya, hal itu dapat diselesaikan dengan Peraturan Daerah (Perda).
“Hanya memang kemarin kita memberikan catatan-catatan khusus karena proses [pembayaran] proyek ini kan 20 tahun, melintasi 3 periode gubernur berikutnya termasuk 3 periode DPRD,” katanya dikutip dari siaran pers, Minggu (14/7/2019).
Dia menilai KPBU RS Ainun tidak dapat dinilai sebagai urusan pembangunan infrastruktur karena melibatkan aspek politik, khususnya dalam proses penganggaran. Menurutnya hal ini tidak cukup diatur oleh Kepres ataupun Peraturan Menteri.
“Usulan kami sebenarnya, ada salah satu alternatif melalui Peraturan Daerah untuk memberikan jaminan otoritas penganggaran. Meskipun berganti kepala daerah, berganti anggota DPRD maka pembayaran harus bisa dijalankan setiap tahun,” tuturnya.
Dia menilai pembagunan RS Ainun melalui mekanisme KPBU sudah tepat. Dengan melibatkan pihak ketiga, kata dia, maka RS Ainun bisa segera berdiri dengan kualitas layanan rumah sakit rujukan tipe B.
Sementara itu, Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Paris A. Jusuf menyatakan, penetapan Perda tidak dapat dilakukan sekaligus untuk jangka waktu 20 tahun. Aturan pembayaran AP menurutnya hanya dapat ditetapkan melalui Perda APBD setiap tahun berjalan.
“Jadi sistemnya seperti pembayaran barang dan jasa, itu kita atur melalui APBD. Wajar ada kehawatiran semacam itu, tapi ini kan untuk kepentingan masyarakat? Masa’ tidak didukung oleh Gubernur atau DPRD periode berikutnya,” jelasnya.
Pembangunan RS Ainun direncanakan menjadi rumah sakit tersier rujukan tipe B. Melalui skema KPBU, investor akan bertanggung jawab melakukan pembangunan fisik. Pemprov Gorontalo wajib membayar jasa layanan selama 20 tahun dengan perkiraan biaya mencapai Rp80 miliar hingg Rp90 miliar per tahun.