Bisnis.com, MANADO—Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sulawesi Utara menilai pelaksanaan pesta demokrasi pada bulan lalu cukup dampak positif terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Bumi Nyiur Melambai.
Wakil Ketua Bidang UMKM Kadin Sulut Ivanry Matu menuturkan, rata-rata kenaikan pendapatan pelaku UMKM, khususnya di bidang kuliner sepanjang Januari April mencapai sekitar 10%. Adapun, peningkatan sepanjang April disebtkan mencapai sekitar 15%.
“Pemilu memberikan dampak positif karena para caleg atau tim sukses mengadakan kumpul-kumpul tim untuk konsolidasi, mereka juga belanja alat peraga untuk kampanye dan sosialisasi yang memberikan efek domino terhadap pertumbuhan ekonomi,” ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Menurutnya, kegiatan politik secara tidak langsung memberikan dampak terhadap kenaikan pendapatan masyarakat. Hal itu, lanjutnya menyebabkan aktivitas konsumsi masyarakat turut mengalami peningkatan sepanjang awal tahun ini.
“Grafiknya selalu berbanding lurus, ketika ada peningkatan belanja, hampir semua sektor akan mengalami peningkatan juga, baik itu jasa, wisata, dan lain-lain,” tambahnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut juga mencatat pertumbuhan produksi manufaktur mikro dan kecil (IMK) di Sulut meningkat 22% secara tahunan pada kuartal I/2019. Industri makanan dan industri minuman mencapai lebih dari 70% IMK di Sulut.
Baca Juga
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sulut Marthedy Tenggehi mengatakan bahwa faktor kegiatan politik menjadi pendorong peningkatan tersebut. Namun, peningkatan tertinggi dirasakan oleh industri percetakan dan reproduksi media masa yang meningkat 297,93%.
PARIWISATA
Selain itu, Ivanry mengatakan pertumbuhan positif UMKM pada awal tahun ini juga terdorong oleh jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang secara kumulatif mencapai 32.927 orang hingga Maret.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa dampak kehadiran wisman China masih belum terlalu signifikan. Menurutnya, wisman dari Negeri Panda masih berfokus di beberapa lokasi saja dan minimnya pengeluaran.
“Saya lihat para turis paling banyak berada di satu area saja seperti di kawasan Bahu Mall, Jendela Indonesia, Mantos. Mungkin karena keterbatasan bahasa jadi tidak terlalu banyak yang berani keluar dari area itu,” katanya.
Di sisi lain, dia menilai para wisatawan China juga enggan berbelanja di tempat lain karena persoalan sistem pembayaran. Mereka, lanjutnya, lebih terbiasa bertransaksi dengan sistem pembayaran berbasis Quick Response [QR-Code] seperti Alipay dan WeChatpay.
Menurutnya, hal itu semestinya tidak menjadi hambatan bagi para pelaku usaha meraup cuan dari kehadiran wisman China di Manado. Dia mendorong agar pelaku usaha di bidang kuliner agar menyediakan fasilitas pembayaran yang dibutuhkan mereka.
“Kami harapkan memang ke depan fasilitas seperti [Alipay dan WeChatpay] itu sudah harus ada di setiap rumah makan atau restoran. Kami mendorong itu harus ada, tetapi harus dilihat juga bahwa sistem pembayaran bukan faktor utama,” jelasnya.
Meski begitu, Alipay dan WeChatpay sampai saat ini belum menerima izin operasional dari Bank Indonesia. Transaksi yang dilakukan juga sebagian besar masih menggunakan mata uang renmimbi, bukan rupiah.
Dia mengharapkan, para pelaku industri, perbankan, dan pihak otoritas dapat menyamakan persepsi terkait kehadiran sistem pembayaran tersebut. Menurutnya, bagaimanapun dua sistem pembayaran tersebut akan menjadi faktor penunjang untuk meningkatkan belanja turis China di Sulut.
“Bisa diinisiasi oleh Dinas Pariwisata atau asosiasi jasa parwisata, hotel, dan restoran dengan melibatkan perbankan, kita perlu samakan persepsi supaya dalam mempersiapkan segala faktor penunjang khusus bagi wisatawan China ini akan lebih siap,” jelasnya.