Bisnis.com, MAKASSAR - Sektor pariwisata Sulawesi Selatan dinilai masih sangat lemah dari sisi promosi dan inovasi dalam menarik angka kunjungan wisatawan ke daerah tersebut.
Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Partia Artha Makassar Bastian Lubis, otoritas pariwisata Makassar juga relaitf lemah dalam melakukan konsolidasi maupun koordinasi dengan stakholder untuk kemudian mendorong angka kunjungan.
Menurut dia, kondisi tersebut membuat destinasi wisata potensial yang ada di Sulsel menjadi tidak lagi menarik bagi wisatawan baik mancanegara termasuk pula wisatawan demostik.
"Pariwisata Sulsel tidak punya konsep yang terarah, cetak biru [blue print]-nya saja tidak jelas. Sulsel banyak potensi, tetapi gagap untuk aktualisasinya," tuturnya kepada Bisnis, Rabu (19/12/2018).
Bastian melanjutkan, langkah promosi juga tidak berorientasi jangka panjang dan lebih cenderung sesaat, yang mana berimbas pada gairah wisatawan mancanegara maupun domestik untuk untuk berkunjung kembali ke Sulsel.
Dalam skala lebih luas, tidak terlihat pula bentuk kinerja nyata dari otoritas terkait yakni Dinas Pariwisata Sulsel bersama dengan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulsel untuk mengangkat signifikan kepariwisataan lokal.
Baca Juga
Dia menilai, indikator kinerja otoritas pariwisata juga bisa terlihat dari postur anggaran belanjannya hingga pemanfaatan maupun realisasinya.
Berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sulsel, anggaran belanja Dinas Pariwisata pada 2018 ini mencapai Rp30,30 miliar, tetapi hingga Desember 2018 ini hanya mampu mencatatkan realisasi anggaran Rp12,78 miliar.
"Itulah yang saya katakan tidak terkoordinir dengan baik. Sulsel itu bisa di bilang terbelakang di sektor pariwisata. Sampai saat ini masih berkutat di infrastruktur saja dan belum ada hasil yang riil," tukas Bastian.
Olehnya itu, untuk mengembalikan gairah industri pariwisata Sulsel, Bastian berharap pemerintah dan seluruh pihak terkait bisa melakukan koordinasi. Kepala daerah dengan potensi wisata yang signifikan juga seharusnya mengambil peran untuk mengambangkan destinasi wisata di daerahnya.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Bank Indonesia Provinsi Sulsel Dwityapoetra S. Besar mengatakan Sulawesi Selatan secara prinsip memiliki sederet potensi yang bisa dioptimalkan untuk memberikan kontribusi terhadap perekenomian secara luas.
"Sektor yang paling terbuka peluangnya adalah pariwisata. Sulsel punya potensi, sisa menunggu optimalisasi dan akselerasi agar menjadi sumber petumbuhan ekonomi dan devisa," katanya.
Menurut dia, optimalisasi dan akselerasi pariwisata Sulsel diyakini bakal menjadi sebuah formulasi atau obat bagi CAD yang secara simultan mendorong pemberdayaan ekonomi daerah ini.
Apalagi, lanjutnya, Sulsel telah memiliki perencanaan perihal pengembangan pariwisata yang sisa menunggu sinergitas seluruh pihak yang terkait.
Seperti detailed engineering design (DED) dalam pengembangan destinasi Toraja, Bulukumba, Geopark Maros-Pangkep termasuk Wisata Karst Rammang-Rammang, Kebun Raya Malino serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Selayar.
Kemudian ada pula Makassar yang juga didorong sebagai daerah perkotaan dengan dukungan sejumlah event yg masuk ke dalam 100 Wonderful Event Indonesia 2018.
Namun demikian, Dwityapoetra mengingatkan pemda maupun stakeholder kepariwisataan untuk konsisten mengadopsi strategi 4A untuk menarik angka kunjungan wisatawan mancanegara sebagai sasaran utama.
Sebagai informasi, strategi 4A sendiri terdiri dari Atraction, Accessibility, Amenity dan Ancilarry.
Secara terperinci, Atraction didefinisikan penguatan daya tarik wisata berbasis budaya dan pusaka (culture and heritage), teknologi untuk smart city dan industri kreatif untuk kota kreatif berbasis SDA, budaya, dan komunitas.
Kemudian untuk accessibility mengarah pada penguatan akses pada pasar utama aktual dan potensial serta pergerakan internal. Secara sederhana adalah aksesibilitas untuk transportasi darat kereta api, pengembangan bandar udara hingga penerbangan tambahan.
Adapun untuk Amenity, menjadi dimanifestasikan melalui upaya perbaikan kualitas, ketersediaan, standarisasi, local content, untuk mengurangi economic leakages dan membangun kesetaraan kualitas bertaraf internasional.
Penciptaan amenitas juga mesti berbasis potensi lokal untuk kesejahteraan komunitas yang terdiri dari homestay, pasar, kawasan batik, kawasan budaya serta kawasan ekowisata.
Selanjutnya untuk Ancilarry adalah menyediakan fasilitas tambahan untuk kenyamanan seperti misalnya kereta wisata, TIC, souvenir center hingga membentuk komunitas pariwisata milenial sebagai wadah bagi generasi muda untuk mempromosikan potensi wisata di berbagai daerah.
"Kami di bank sentral juga secara berkelanjutan terus melakukan koordinasi dengan lintas stakeholder, memberikan rekomendasi sesuai dengan kapasitas dan sumber daya untuk pengembangan pariwisata Sulsel ini," tutur Dwityapoetra.