Bisnis.com, MANADO—Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Utara mencatat, nilai impor Sulut pada September 2018 mengalami peningkatan hingga enam kali lipat dibandingkan nilai impor pada Agustus 2018. Meski demikian, neraca perdagangan Sulut pada September 2018 tercatat tetap mengalami surplus senilai US$ 39,75 juta.
Kepala BPS Sulut Ateng Hartono memaparkan, total nilai impor Sulut pada September mencapai US$ 37,56 juta, melonjak 622,31% dibandingkan Agustus 2018 sebesar US$5,2 juta. Penyumbang terbesar atas pelonjakan impor tersebut adalah bahan bakar mineral, yang kontribusinya mencapai 33,8% dari total ekspor atau senilai US12,69 juta.
Komoditas tersebut menggeser posisi mesin-mesin/pesawat mekanik yang sebelumnya menjadi kontributor utama ekspor Sulut. Pada September, mesin-mesin dan pesawat mekanik berada di urutan kedua dengan kontribusi 25% atau senilai US$9,39 juta.
“Impor naiknya 622,31%, yang paling besar di bahan bakar mineral, dan mesin peralatan listrik. Bagusnya impor kita di barang modal,” ujarnya, Kamis (01/11).
Sementara itu, dia menambahkan, nilai ekspor nonmigas Sulut pada September 2018 tercatat sebesar US$77,31 juta sementara impornya senilai US$ 37,56 juta. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 3,57% dibandingkan Agustus yang senilai US74,64 juta. Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, maka hanya mengalami kenaikan tipis sebesar 0,02%.
“Komoditi ekspor pada bulan ini masih tetap didomminasi oleh minyak dan lemak nabati, belum mengubah komoditi dominan sepanjang catatan tahun 2018 ini,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS, China menjadi negara tujuan terbesar ekspor sekaligus negara pemasok terbesar impor Sulut. Pada September, nilai ekspor nonmigas Sulut ke China senilai US$11,86 juta,sedangkan nilai impor dari China mencapai US$ 16,5 juta.