Bisnis.com, JAKARTA—Bangkit dari kemalangan, sejumlah emiten berupaya memulihkan proyek-proyeknya yang terimbas bencana alam di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Di Palu, PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) memiliki proyek CitraLand Palu, sedangkan PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) mengoperasikan tambang melalui anak usahanya PT Citra Palu Minerals (CPM). Adapun, di Donggala, PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WTON) menjalankan fasilitas penghancur batuan (crushing plant).
Managing Director Ciputra Development Harun Hajadi sangat bersyukur CitraLand Palu tidak terdampak bencana secara signifikan. Saat ini, kegiatan pembersihan sudah dilakukan sehingga situasi berjalan normal kembali.
“Alhamdulillah, kami sudah cek, rumah-rumah secara struktur aman semua. Hanya satu rumah yang pas di pinggir pantai terkena ombak sehingga kaca-kacanya pecah. Rumah lain yang di pinggir pantai masih aman,” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (9/10/2018).
CitraLand Palu dengan luas sekitar 16 hektare (ha) mencakup kawasan perumahan, pusat komersial, dan tempat rekreasi. Area rekreasi juga dilengkapi kincir ria dan alfresco.
Pengembangan proyek itu dimulai sejak 2012. Total investasi yang sudah dikucurkan CTRA sekitar Rp600 miliar.
Harun menyampaikan, bencana gempa tidak akan menghambat pengembangan proyek CitraLand Palu. Perusahaan mengembangkan sesuai building code yang disyaratkan sehingga bangunan yang dihasilkan tahan terhadap gempa.
“Makanya rumah-rumah kami ada kerusakan yang berarti, kecuali 1 rumah yang memang pas terhempas ombak. Dan tentu kami masih akan kembangkan terus,” imbuhnya.
Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Beton Yuherni Sisdwi menuturkan, sampai saat ini perseroan belum memfungsikan fasilitas crushing plant. Sekitar 2-3 jam setelah gempa pada Jumat (28/9/2018) malam, manajemen memutuskan mengevakuasi seluruh karyawan di sana tanpa terkecuali.
Saat kejadian tsunami, Wika Beton hanya mengalami kerugian hanya sedikit. Persediaan batu split sebanyak 7.000 meter kubik yang siap dikirim untuk Proyek Tol Balikpapan—Samarinda tersapu habis oleh air laut.
“Alhamdulillah, peralatan produksi tidak ada yang tersapu. Termasuk alat berat berupa excavator dan excavator breaker yang ada di atas bukit,” ujarnya.
Namun demikian, untuk mengoperasikan peralatan produksi dibutuhkan aliran listrik dan pasokan BBM. Saat ini situasi belum berjalan normal sehingga produksi masih disetop.
Padahal batu split yang dihasilkan akan digunakan untuk proyek Tol Balikpapan—Samarinda. Oleh karena itu, WTON akan memenuhi kebutuhan komponen tersebut dari pabrik yang di Lampung Selatan atau Jawa Barat.
“Lagi diperhitungkan mana yang lebih efisien terhadap keseluruhan biayanya. Konsekuensinya memang ongkos angkut untuk pengadaan material sedikit lebih mahal dibandingkan bila disuplai dari Donggala,” tuturnya.
Kapasitas crushing plant di Donggala ialah 284 ton per jam (TPH), dengan estimasi produksi batu split 17.040 ton per minggu. Menurut Yuherni, jika pasokan BBM dan listrik lancar, serta alat berat perusahaan tidak diperbantukan lagi untuk penanganan gempa, WTON siap memulai kembali operasi.
Director & Investor Relations Bumi Resources Minerals Herwin W. Hidayat menyampaikan, kantor pusat CPM dan rumah karyawan di Palu mengalami berbagai kerusakan. Seluruh aktivitas di lokasi tambang Poboya juga dihentikan.
“Kegiatan yang mencakup survei topografi untuk konstruksi fasilitas pengolahan, survei geoteknik untuk pekerjaan sipil, dan survei pembangunan jalan, untuk sementara waktu telah dihentikan sampai keadaan dan kondisi di lokasi terkait kembali stabil,” paparnya.
Perseroan telah mendapatkan izin konstruksi dan produksi untuk tambang emas di Palu melalui CPM pada 23 November 2017. Tambang CPM memiliki lima blok, yakni Poboya, Winehi, Anggasan, Moutong dan Roto.
Dalam tahap pertama, perseroan mengembangkan terlebih dahulu blok Poboya. Tambang Poboya memiliki cadangan 3,9 juta ton bijih dengan kadar emas 5,38 gram per ton. Tambang ini juga memiliki sumber daya sebanyak 6,7 juta ton dengan kadar emas 4,33 gram per ton.