Bisnis.com, MANADO—Wacana pembukaan keran ekspor kelapa butir dari Sulawesi Utara sebagai upaya menyiasati anjloknya harga kopra di provinsi tersebut masih menggu perkembangan pasar dan belum mendapatkan kepastian dari pihak berwenang.
Darwin Muksin, Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut menjelaskan, sejauh ini tidak ada ketentuan yang melarang pembukaan keran ekspor kelapa butir dari Sulut. Hanya saja, pembukaan keran ekspor kelapa perlu mempertimbangkan kepentingan industri kelapa lokal.
“Sekarang kami bisa membuka ekspor ke China, unlimited untuk kelapa bulat. Tetapi kita masih mempertimbangkan industri yang ada di Sulut,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (24/9).
Dia menambahkan, pembukaan keran ekspor kelapa Sulut berpotensi mengurangi suplai bahan baku untuk industri kelapa di Sulut. Oleh karena itu, pihaknya menghimbau para pelaku industri untuk menghargai kelapa butir dari para petani dengan harga yang wajar.
Dia pun merekomendasikan kepada para perusahaan industri kelapa untuk bermusyawarah dengan asosiasi petani kelapa untuk mengatasi anjloknya harga kopra. Pasalnya , dia menilai pemerintah tidak bisa mengintervensi harga kopra karena mekanisme pasar.
Sebagai gantinya, dia menjelaskan pemerintah melalui disperindag telah melatih sejumlah petani untuk berkreasi dalam memproduksi produk alternatif turunan kelapa selain produk yang telah ada seperti kopra, minyak kelapadan briket .
Baca Juga
Hanya saja, dia mengakui proses untuk mengembangkan produk tersebut menjadi sentra industri yang berdampak signifikan bagi ekspor Sulut masih memerlukan sinergi dari berbagai pihak.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah pihak mendukung wacana Pemprov Sulut untuk membuka keran eksporkelapa butir untuk mengantisipasi anjloknya harga kopra yang menjadi salah satu komoditas ekspor utama asal Sulut.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa (Apeksu) Sulawesi Utara George Umpel menjelaskan, petani kelapa sempat mengekspor buah kelapa ke China sekitar dua tahun lalu. Namun, ekspor tersebut terhenti kemudian karena pihaknya mengaku lebih memilih untuk mengamankan suplai buah kelapa untuk diproduksi menjadi kopra oleh pabrik lokal di Sulut.
“Waktu itu memang saya sempat tolak, alasannya lebih membela kebutuhan pabrik di sini. Tetapi sekarang kita mendukung ekspor kelapa butir kalau memang lebih menguntungkan ketimbang kopra,” ujarnya.
Seperti diketahui, harga kopra yang menjadi salah satu komoditas ekspor andalan Sulut kini tengah mengalami tren penurunan yang cukup dalam.
George menyebut umumnya harga kopra di Sulut dapat dihargai hingga sekitar Rp10.000 hingga Rp12.000 per kilogram, namun sekarang harganya anjllok menjadi di kisaran Rp4.500 hingga Rp5.000 per kilogram.