Bisnis.com, TOMOHON-Serikat Pekerja Pertamina Geothermal Energy (SPPGE) Area Lahendong menolak akuisisi PT Pertamina Gas oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk karena dinilai mengancam kedaulatan energi nasional.
Ahmad Yani, Perwakilan Komisariat SPPGE Area Lahendong, menjelaskan sebanyak 101 karyawan Pertamina Geothermal Lahendong sepakat untuk menolak aksi korporasi tersebut.
Menurutnya, penolakan tersebut merupakan upaya penyelamatan Pertamina sebagai tulang punggung ketahanan energi nasional. Di lain sisi, langkah akuisisi yang diambil terkesan terburu-buru dan tidak transparan.
"Akuisisi perusahaan yang dimiliki negara kepada perusahaan publik yang sebagian sahamnya dimiliki asing merupakan ancaman kepada kedaulatan energi, " ujarnya saat pernyataan sikap di Kantor Pertamina Geothermal Energy, Selasa (17/07).
Dia menjelaskan, Pertagas adalah anak perusahaan yang sahamnya dimiliki Pertamina seluruhnya. Sementara, kepemilikan saham sebesar 43% dalam PGN dimiliki publik, yang dikhawatirkan sebagian di antaranya dapat dimiliki oleh investor asing.Padahal, dia menilai produktivitas dan profitabilitas Pertagas lebih baik bila dibandingkan dengan PGN.
Lebih lanjut, Ahmad menyatakan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) atas nama pekerja Pertamina telah menyampaikan keberatannya secara formal mengenai aksi korporasi tersebut kepada dewan direksi Pertamina.
Baca Juga
Namun, sejauh ini belum mendapatkan tanggapan, sehingga pihaknya pun berencana untuk melakukan aksi penolakan secara nasional pada 20 Juli mendatang.
“Serikat pekerja secara tegas menolak aksi akuisisi Pertagas oleh PGN berkedok aksi korporasi, dan menuntut agar Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) dibatalkan, serta seluruh proses akuisisi tersebut dibatalkan,” ujarnya.
Dia menambahkan, serikat pekerja juga menuntut pembentukan kembali Direktorat Gas, Energi Baru Terbarukan di Pertamina sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam mendorong Pertamina sebagai leader holding migas dan pengembangan energi bersih sebagai sumber utama kedaulatan energi nasional.
Seperti diketahui, proses pembentukan holding BUMN migas telah memasuki tahap baru setelah PGN menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) dengan PT Pertamina (Persero) pada 29 Juni lalu.
Kegiatan penandatanganan CSPA antara Pertamina dan PGN ini merupakan kelanjutan dari proses integrasi PGN untuk mengakuisisi Pertagas sebagai tahap lanjutan, usai induk BUMN Migas resmi berdiri pada 11 April 2018 lalu (Holding BUMN Migas).
Adapun integrasi bisnis gas ini dilakukan guna mendorong perekonomian dan ketahanan energi nasional, melalui pengelolaan infrastruktur gas yang terhubung dari Indonesia bagian Barat (Arun) hingga Indonesia bagian Timur (Papua).
Sementara, holding BUMN Migas tersebut disahkan melalui penandatanganan Perjanjian Pengalihan Hak Atas Saham Negara Republik Indonesia pada PT Perusahaan Gas Negara Tbk. dalam rangka Penyertaan Modal Republik Indonesia ke Pertamina.
Dengan penandatanganan CSPA tersebut, PGN menjadi pemilik mayoritas Pertagas sebanyak 51%.