Bisnis.com, MANADO – Bursa Efek Indonesia Kantor Perwakilan Sulawesi Utara menargetkan bisa menggaet 2.000 investor pasar modal baru di Sulawesi Utara pada tahun ini. Jumlah tersebut meningkat 30,89% dari jumlah investor pasar modal hingga akhir 2017.
Kepala Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia Sulawesi Utara Fonny The mengungkapkan hingga akhir 2017, jumlah investor pasar modal di Sulawesi Utara sebanyak 6.474 investor atau tumbuh 19,34% dibandingkan jumlah investor pasar modal pada akhir 2016 yang mencatatkan sebanyak 5.425 investor.
“Hingga Maret 2018, jumlah investor pasar modal di Sulawesi Utara sudah 7.038 atau tumbuh 8,71% year to date [sepanjang tahun berjalan]. Target tahun ini ada penambahan sebanyak 2.000 investor,” katanya saat ditemui Bisnis, Selasa (17/4/2018).
Dia menambahkan biasanya penambahan investor pasar modal di Sulawesi Utara berada di level 1.300 investor hingga 1.400 investor. Meskipun, berdasarkan data BEI Sulut, pertumbuhan investor pasar modal pada 2017 mengalami perlambatan karena hanya bertumbuh sebesar 19,34% secara tahunan (year-on-year/y-o-y). Padahal, pada 2016, pertumbuhan investor pasar modal mencapai 42,69% secara y-o-y.
Namun, kali ini, dia optimistis bisa menambah jumlah investor pasar modal sebanyak 2.000 investor karena ada sejumlah program. Salah satunya, lanjutnya, melalui pencanangan Galeri Investasi Kecamatan yang rencananya akan digelar pada 25 April 2018 di Kecamatan Maesa, Kota Bitung dengan menggandeng MNC Sekuritas. Menurutnya, ini program pertama secara nasional ada Galeri Investasi Kecamatan.
“Kalau yang sudah itu di tingkat desa seperti yang dilakukan di Aceh, Lombok dan Kalimantan Timur,” ujarnya.
Selain Galeri Investasi Kecamatan, pada 25 April 2018, juga akan ada peresmian galeri investasi di salah satu gedung PKK Bitung. Dengan adanya penambahan tersebut, lanjutnya, galeri investasi yang berada di Provinsi Sulawesi Utara akan menjadi 11 galeri investasi.
Fonny menambahkan kedua galeri investasi tersebut akan menjadi galeri pertama di Sulawesi Utara yang berada di luar kampus. Pasalnya, 9 galeri investasi di Sulawesi Utara yang saat ini beroperasi berada di lingkungan kampus perguruan tinggi.
Tak hanya di Sulawesi Utara, penambahan galeri investasi diluar kampus juga akan dilakukan di Provinsi Gorontalo melalui kerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Gorontalo.
“Kalau yang di Gorontalo, rencananya nanti usai Lebaran,” katanya.
SEKURITAS BERTAMBAH
Pada tahun ini, dia juga berharap perusahaan sekuritas yang beroperasi di Sulawesi Utara juga bisa bertambah menjadi 10 perusahaan. Menurutnya, saat ini ada 8 perusahaan sekuritas yang telah beroperasi di Sulawesi Utara, termasuk satu perusahaan sekuritas yakni RHB Sekuritas yang baru saja beroperasi beberapa waktu lalu.
Kedelapan perusahaan sekuritas itu adalah BNI Sekuritas, Indo Premier Sekuritas (Ipot), MNC Sekuritas, Sinarmas Sekuritas, RHB Sekuritas, Phillip Securities, Phintraco Sekuritas dan Valbury Sekuritas.
“Nantinya juga akan ada Maybank Kim Eng yang mau joint AB partner di sini. Jadi sekarang 8 sekuritas, ini udah ketambahan satu yg baru tahun ini. Kalau bisa 10 tahun ini ya bagus,” katanya.
Dengan adanya penambahan sekuritas, maka ada penambahan sumber daya manusia sehingga bisa menjangkau masyarakat secara lebih luas. Pasalnya, dia menilai potensi bagi sekuritas untuk membuka operasi di Sulawesi Utara selalu ada, asalkan sumber daya manusia bergerak.
Apalagi, lanjutnya, dia mengungkapkan ada sekitar 3 perusahaan yang dinilai serius untuk melantai di Bursa Efek Indonesia. Kendati, dia masih enggan membeberkan nama ketiga perusahaan tersebut.
“Tiga perusahaan ini ada yang di Manado dan ada yang di Bitung. Satu dari tiga itu perusahaan pengolahan ikan,” ujarnya.
Fonny menilai tren perusahaan yang menawarkan saham perdana (initial public offering/IPO) beberapa waktu lalu banyak yang memiliki size kecil sehingga hal tersebut bisa menjadi contoh untuk mendorong perusahaan-perusahaan di Sulawesi Utara untuk IPO.
“IPO kami targetkan setiap tahun bisa satu,” katanya.
Pada Februari, Otoritas Jasa Keuangan mendorong agar pelaku usaha daerah di wilayah Sulawesi Maluku dan Papua untuk melantai di Bursa Efek Indonesia.
Deputi Direktur Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) M. Maulana mengungkapkan ada skema pembiayaan lainnya yang bisa dilirik oleh pelaku usaha untuk mendapatkan modal selain dari pinjaman perbankan. Salah satunya adalah melalui pasar modal.
Hanya saja, lanjutnya, salah satu kendala yang biasanya dihadapi adalah keengganan dari pelaku usaha sendiri untuk menjadi perusahaan terbuka. Pasalnya, dengan menjadi perusahaan terbuka maka akan ada banyak pihak yang ikut mengawasi, khususnya publik.
Kendati demikian, dia berharap agar pelaku usaha di daerah tetap mau untuk menjadi perusahaan terbuka karena bisa memperoleh berbagain keuntungan, salah satunya dari sisi pendanaan yang bisa digunakan untuk ekspansi.
"OJK bersama dengan Bursa Efek Indonesia, terus mendorong agar pelaku usaha di daerah bisa melantai di Bursa Efek Indonesia," ujarnya.
Menurutnya, potensi untuk pelaku usaha daerah di sektor pengolahan ikan di kawasan Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua) untuk melantai sangat besar. Dia membandingkan ada perusahaan serupa yang juga bergerak di bidang pengolahan ikan asal Jawa Tengah yang kini telah mencatatkan namanya di papan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Oleh karena itu, dia juga berharap perusahaan serupa yang berlokasi di wilayah Sulampua untuk bisa mencatatkan namanya di BEI. Apalagi, bagi perusahaan beraset kecil dan menengah kini juga bisa menawarkan saham perdana (initial public offering/IPO).
Maulana menambahkan perusahaan beraset kecil kurang dari Rp50 miliar bisa menawarkan sahamnya dengan dana hasil IPO mencapai Rp50 miliar.
"Kami bersama BEI dan perusahaan penjamin emisi terus memberikan edukasi bagi pelaku usaha terkait IPO ini," ujarnya.