Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Struktur Tarif Cukai Rokok Harus Diubah Agar Penerimaan Negara Optimal

Anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurnia berpendapat bahwa penggolongan tarif cukai harus dibenahi agar penerimaan negara lebih maksimal. Kompleksnya struktur cukai rokok sebenarnya justru merugikan penerimaan negara karena ada permasalahan, dimana ada perusahaan rokok yang membayar cukai golongan II yang menyebabkan persaingan tidak sehat.

Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Indah Kurnia berpendapat bahwa penggolongan tarif cukai harus dibenahi agar penerimaan negara lebih maksimal. Kompleksnya struktur cukai rokok sebenarnya justru merugikan penerimaan negara karena ada permasalahan, dimana ada perusahaan rokok yang membayar cukai golongan II yang menyebabkan persaingan tidak sehat.

"Penerimaan negara menjadi tidak optimal karena ada perusahaan besar yang kesannya itu mensiasati. Ada pembatasan kalau tidak mencapai tiga miliar rupiah maka akan termasuk golongan yang bukan golongan I,” terang Indah dalam keterangan pers, Kamis (12/10/2017).

Indah memberikan masukan agar sebaiknya pemerintah menggabungkan batas volume produksi untuk rokok mesin menjadi 3 milliar batang agar persaingan yang sehat dapat tercipta di industri. "Dengan demikian, aturan ini akan melindungi pabrikan yang benar-benar kecil dimana mereka layak menikmati tarif cukai golongan II yang lebih rendah," lanjutnya.

Seharusnya, kata dia, tidak ada lagi tarif cukai SKT yang lebih tinggi dari tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM). "Yang menggunakan tangan manusia (SKT), itu tarifnya seyogyanya harus lebih rendah dari mesin (SKM & SPM),” tuturnya.

Menurut Wakil Ketua Lembaga Demografi Universitas Indonesia Abdillah Hasan cukai tembakau masih mendominasi penerimaan cukai pemerintah. Agustus 2017, cukai tembakau masih menembus angka Rp65,5 triliun dari total penerimaan cukai Rp68,3 triliun.

Pemerintah, kata Abdillah, masih bisa mengoptimalkan penerimaan cukai tembakau. Hal itu baru bisa dilakukan apabila struktur tarif cukai di Indonesia sudah tidak rumit lagi. Penggolongan berdasarkan batas produksi 3 miliar batang tidaklah relevan. Sebab, akhirnya hanya memberikan insentif bagi perusahaan rokok untuk membayar cukai lebih rendah.

"Golongan produksi lebih dari 3 miliar dan di bawah 3 miliar, ini tidak relevan lagi. Misalnya saya pengusaha rokok, hal ini memberikan insentif bagi saya untuk memproduksi 2 miliar 999 juta batang sehingga cukainya lebih murah," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Writer
Editor : News Editor
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler