Bisnis.com, MAKASSAR — Pengusaha logistik di Sulawesi Selatan memprotes kebijakan pembatasan jumlah pembelian BBM jenis solar bersubsidi untuk kategori truk angkutan barang roda enam.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Sulselbar, Syarifuddin Sahrudi, mengatakan bahwa aturan tersebut tidak tepat sasaran dan mengancam pertumbuhan ekonomi daerah bahkan nasional.
"Regulasi pembatasan penggunaan solar ini berdampak luas ke masyarakat, tidak hanya kepada kami pengusaha logistik. Kalau biaya BBM dinaikkan, pasti otomatis pengusaha juga akan menaikkan cost," jelas Syarifuddin, Rabu (18/9/2019).
Ipo menegaskan, apabila regulasi tersebut tidak segera dihapus, maka ALFI bersama Organisasi Angkutan Darat (Organda) serta Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Sulsel, bersepakat untuk menaikkan tarif 50% dari tarif dasar yang berlaku saat ini.
"Kebijakan jelas betentangan dengan janji Presiden Joko Widodo untuk memangkas biaya logistik," ujar pria yang akran disapa Ipo tersebut.
Dia menambahkan, sejak pembatasan konsumsi solar diberlakuman, aktifitas pengangkutan di Pelabuhan Makassar menurun hingga 25%.
Baca Juga
"Hampir seribu truk angkutan yang biasanya beroperasi di Pelabuhan Petikemas Makassar, tapi sejak awal pekan ini mulai terlihat penurunan, ini lah salah satu dampak dari regulasi yang dikeluarkan BPH Migas," imbuhnya.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas) mengeluarkan surat edaran untuk melakukan pengaturan pengendalian pembelian BBM yakni minyak Solar.
Surat edaran tersebut berisi tentang larangan pembelian solar bersubsidi bagi kendaraan pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam, angkutan barang roda 4, serta kendaraan pribadi.
Pembelian solar subsidi untuk angkutan barang roda 4 maksimum 30 liter per hari, roda 6 sebanyak 60 liter per hari, dan kendaraan pribadi 20 liter per hari.