Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Perdagangan Sulut Terkoreksi 18,15 Persen

Neraca perdagangan Provinsi Sulawesi Utara menurun pada bulan terakhir kuartal I/2019, menjadi surplus US$58,44 juta.
Tepung kelapa yang siap diekspor. Produk kelapa merupakan salah satu andalan ekspor Sulawesi Utara./Antara
Tepung kelapa yang siap diekspor. Produk kelapa merupakan salah satu andalan ekspor Sulawesi Utara./Antara

Bisnis.com, MANADO—Neraca perdagangan Provinsi Sulawesi Utara menurun pada bulan terakhir kuartal I/2019, menjadi surplus US$58,44 juta. Hal itu disebabkan oleh kondisi ekonomi global serta adanya komoditas substitusi dari negara tujuan.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan nilai ekspor dan kenaikan nilai impor. Neraca perdagangan Sulut terkoreksi 18,15% dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mencapai US$69,05 juta. Secara tahunan, nilai tersebut juga terkoreksi 23,47%.

Total nilai ekspor Sulut pada bulan lalu tercatat sebesar US$69,8 juta, menurun 1,95% dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar US$71,19 juta. Adapun, secara year-on-year atau secara tahunan nilai ekspor tersebut menurun 25,80%.

Kepala Bagian Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulut Darwin Muksin menjelaskan salah satu penyebab penurunan tersebut adalah adanya barang substitusi terhadap komoditas kelapa yang menjadi komoditas unggulan Sulut.

“Negara tujuan, apalagi Eropa, untuk minyak seperti itu, dia kadang menurun dari permintaan. Pada bulan-bulan tertentu dia punya minyak yang namanya minyak bunga matahari, sifatnya substitusi, sehingga permintaan menurun, dan dia akan utamakan substitusi dia,” katanya kepada Bisnis.

Ekspor Sulut masih didominasi oleh golongan barang minyak dan lemak nabati pada periode tersebut. Kendati demikian, share atau kontribusi golongan barang itu menurun menjadi 45,71%, dari bulan sebelumnya 56,28%.

Secara bulanan atau month-to-month, nilai free on board (FOB) dari kelompok tesebut mengalami penurunan 21,51%. Produk yang menjadi komoditas ekspor unggulan adalah produk olahan kelapa, seperti virgin coconut oil (VCO), kopra, dan minyak kelapa.

Selain itu, menurutnya, faktor perang dagang antara China dan Amerika Serikat juga turut memengaruhi permintaan terhadap komoditas kelapa dan turunannya dari Sulut. Meski kedua negara tersebut masih menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar, permintaannya menurun.

“Perang dagang membuat goncangan pada ekonomi global, penyebab ini sangat memukul tingkat ekspor kami, itu kan belum ketemu berapa pajak masuknya. Hal Itu yang membuat sehingga kita produk ke sana masih terhambat,” jelasnya.

Kendati demikian dia masih optimistis kegiatan ekspor Sulut masih dapat bergerak positif pada tahun ini. Pasalnya, dia menuturkan bahwa eksportir Sulut telah memiliki kontrak perjanjian dagang yang masih berlaku sepanjang tahun ini.

Dia mengharapkan ke depan pemerintah dapat memberi insentif regulasi untuk mendorong pertumbuhan ekspor dari Sulut. Terlebih dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Pelabuhan Peti Kemas sebagai port hub internasional di Bitung.

“Dibuatkan aturan khusus terkait trayeknya, untuk tujuan Asia Pasifik misalnya harus lewat Bitung. Hal ini akan sangat membantu, tapi sampai sekarang kenapa tidak dibuat seperti itu? padahal sudah ada Perpres, itu yang menghambat pola kita, kesenjangan ini akan membuat Bitung tetap tertinggal,” jelasnya.

Sebelumnya, Gubernur Sulut Olly Dondokambey menyatakan proses pengembangan kapasitas pelabuhan peti kemas di Bitung sudah mencapai 80%. Proses pengembangan tersebut diperkirakan dapat selesai menjelang September.

“Pelabuhan sebentar lagi selesai pengembangan pelabuhannya, pelabuhan sudah 80%. Dia tambah buat berapa TEU’s [kapasitas terminal peti kemas] saya lupa luas pelabuhannya, operasionalnya akan bareng-barengan dengan tol diresmikan,” tutur Olly.

Sementara itu, pertumbuhan nilai impor Sulut pada Maret tercatat meningkat lebih dari 430% dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai impor meningkat dari US$2,14 juta menjadi US11,36 juta pada akhir kuartal I/2019. Namun, secara tahunan, impor tercatat menurun 8,02%.

Menurut golongan barangnya, kenaikan impor dikontribusi oleh golongan barang bahan bakar mineral yang mencapai US$7,94 juta. Golongan barang itu menggeser golongan mesin/peralatan listrik yang pada bulan sebelumnya tercatat sebagai kontributor impor terbesar Sulut.

Berdasarkan negara asalnya, Malaysia menjadi pemasok komoditas impor terbesar Sulut, yakni sebesar US$6,7 juta atau setara dengan 59% nilai impor pada Maret. Malaysia menggeser China yang pada bulan sebelumnya menjadi kontributor impor terbesar sulut.

Namun demikian, Darwin Muksin mengatakan bahwa pihaknya tidak mampu menjelaskan kenaikan impor tersebut. Menurutnya, berdasarkan data yang dimiliki oleh dinas, pertumbuhan impor tidak didominasi oleh golongan bahan bakar mineral tersebut.

Dia mengatakan memang terjadi peningkatan impor yang cukup tinggi pada golongan barang mesin/peralatan listrik. Hal itu disebabkan merupakan kebutuhan barang modal para investor yang tengah berinvestasi di KEK Bitung.

Negara Alternatif

Darwin memaparkan untuk mendorong kegiatan ekspor Sulut dalam jangka panjang, pihaknya juga terus membuka kerja sama dengan beberapa mitra bisnis potensial dari negara alternatif di Afrika Selatan dan Amerika Selatan.

Dia mengatakan beberapa negara seperti Brasil, Argentina, Peru, bahkan Venezuela menjadi calon mitra untuk para eksportir komoditas kelapa dan turunannya dari Sulut. Namun demikian, kegiatan ekspor pertama diperkirakan urung terjadi dalam waktu dekat.

“Pertama akan didorong dulu untuk mereka membuat kerja sama bisnis B to B, tapi kelihatannya belum akan dalam waktu dekat. Kemungkinan baru Oktober kita bisa lihat hasil kerja samanya,” katanya.

Beberapa detail transaksi pengiriman barang seperti waktu dan jarak tempuh masih menjadi persoalan. Pasalnya, beberapa komoditas turunan kelapa tak dapat bertahan dalam perjalanan laut yang memakan waktu sekitar 40 hari untuk sampai ke negara tersebut.

“Hal ini yang masih dibicarakan, karena tidak semua komoditas bisa diekspor dengan waktu selama itu. Misalnya, tepung kelapa itu, kalau sudah lebih dari 40 hari tidak putih lagi dia saat sampai,” ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler