Bisnis.com, MANADO — Asosiasi Asosiasi Pengolahan Ikan (API) Kota Bitung mengatakan sulit menyatakan sulit memprediksi besaran produksi dan tingkat utilsiasi pabrik pengolahan ikan di Bitung, Sulawesi Utara.
Ketua API Kota Bitung Basmi Said mengatakan, biasanya pada Agustus—Oktober tangkapan ikan tidak pernah melimpah untuk memenuhi kebutuhan produksi pabrik. Namun, pada 2018 justru pasokan ikan melimpah sepanjang periode tersebut.
“Biasanya Agustus—September—Oktober itu gak ada ikan, ini malah membeludak sampai Februari, ini masih ada musim walaupun belum hilang, dari Bitung dan sekitarnya, Manado juga masih lumayan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (14/3/2019).
Kendati musim tak menentu, dia mengatakan bahwa para pelaku industri pengolahan juga mengandalkan pasokan dari perairan di luar Sulawesi Utara untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Dia mengatakan, Muara Baru, Kendari, dan Ternate menjadi pemasok alternatif kebutuhan bahan baku.
Namun demikian, dia mengeluhkan harga ikan dari Ternate yang cukup tinggi karena tidak bisa dikirim langsung ke Bitung. Ikan dari Ternate, lanjutnya harus dikirim dulu ke pelabuhan di Surabaya sebelum kembali dikirim ke Sulawesi Utara.
“Padahal kan ada tol laut, tapi harus belok ke Surabaya dulu, kalau ke sana dulu kan berapa kali handling, gak efisien,” ujarnya.
Menurutnya, industri pengolahan, khususnya pengalengan masih memiliki pasar yang potensial untuk diharap. Namun demikian, menurutnya para pelaku industri masih menghadapi tantangan besar dari pesaing di tingkat regional Asia Tenggara.
“Permintaan sebenarnya pasarnya besar, ikan kaleng itu pasarnya besar kan tapi menguasai sekarang itu kan Thailand dan Vietnam, yang punya laut Indonesia tapi yang menguasai pengalengan kan mereka jadinya lucu, katanya Filipina sekarang juga sudah bagus.”
Kondisi ini juga semakin menjadi tantangan sebab Indonesia, khususnya Bitung, sempat ditinggalkan pasar internasional akibat menurunnya kemampuan memenuhi kebutuhan pasar. Hal itu, lanjutnya, terjadi pascaderegulasi yang dikeluarkan pada 2014.